Ingatlah Bhineka Tunggal Ika !
Banyak orang menganggumi kebersatuan Negara kita, Indonesia. Meski, beribu macam bahasa, suku, dan budaya, namun kita masih tetap bisa hidup rukun dan ‘sejahtera’ di bumi ibu pertiwi. Mungkin hal ini juga dipengaruhi oleh semboyan bangsa, yang telah dipilih dari sebuah kalimat yang berasal dari bahasa sansekerta, yaitu “Bhineka Tunggal Ika” atau berbeda-beda tapi tetap satu jua. Sungguh semboyan yang bermakna indah.
Meski sumpah pemuda telah berlalu puluhan tahun lamanya, dan meski kemerdekaan kemerdekaan telah setengah abad lebih berlalu. Sadar atau tidak, kita terkadang masih menyampingkan rasa persatuan itu, dan lebih mementingkan semangat kepentingan atau kedaerahan. Contohnya yang gue alami selama dua tahun belakangan, selama gue kuliah di Makassar. Di sini, entah sadar atau tidak, jiwa kedaerahan masih sangat kental. Dan pertanyaan seperti, “Asal darimana?” atau “Orang mana, ki?” terkadang membuat kuping gue enggak nyaman. Kenapa kita masih perlu mengetahui daerah asal, kalau kita sudah puluhan tahun sejak nenek moyang sampai kita saat ini masih setia menginjak dan menghirup udara di bumi Nusantara?
Bagi gue sudah cukuplah kita ‘menganakemaskan’ daerah masing-masing, karena hal ini pula lah yang sebagian besar menjadi penyebab utama konflik antar mahasiswa yang terjadi di Makassar. Hanya dengan meresapi kandungan semboyan bangsa, yang telah diwariskan oleh para proklamator , diatas, kita akan melupakan asal suku, melupakan daerah asal, dan bangga mengatakan kita orang Indonesia! INDONESIA, bung!
Bangsa kita memang penuh perbedaan, dan benar perbedaan itu pula yang tengah terjadi pada olahraga terbesar bangsa ini, sepak bola. Disaat euphoria terhadap timnas tengah mencapai titik tertinggi, kita harus menyaksikan konflik yang diakibatkan penyelanggaran kompetisi professional di negeri ini. Terhitung sejak 8 Januari 2011 kemarin, PSSI resmi memiliki saingan dalam penyelenggaraan Indonesia Super League (ISL), yaitu Indonesia Premier League (IPL). IPL yang hadir atas prakarsa Arifin Panigoro, yang bertujuan untuk menjalankan sebuah kompetisi sepak bola yang benar-benar professional. Kompetisi yang bebas dalam penggunaan dana APBD, sehingga setiap klub peserta IPL benar-benar mengurusi semuanya sendiri dan mandiri tanpa campur tangan pihak lain, terutama induk organisasi. Selain itu IPL juga hadir atas dasar menjalankan komperisi yang benar-benar bersih, tanpa intrik apapun, baik itu pemesanan gelar juara, keberpihakan wasit, hingga hukuman tim yang bisa dilobi dengan gelontoran rupiah.
Niat tulus para konsorsium menyelenggarakan IPL, ditolak mentah-mentah oleh para petinggi PSSI. Bahkan ketua umum dan sekjen PSSI, Nurdin Halid dan Nugraha Besoes, setuju mengatakan IPL adalah kompetisi illegal karena tidak mendapat ijin dari PSSI, selaku induk organisasi sepak bola tertinggi di Indonesia. Di lain sisi ancaman larangan para pemain yang berlaga di IPL untuk membela tim nasional, ialah cara lain PSSI untuk menggagalkan jalannya IPL. Namun, ancaman demi ancaman itu malah membuat niatan IPL semakin kuat bahkan tiga tim ISL, Persibo, Persema, dan PSM, resmi hijrah ke IPL. Alasan utama mereka hijrah yaitu karena keterbatasan dana dan ingin merasakan kompetisi yang lebih bersih, tanpa campur tangan pihak terkait yang sering mempengaruhi kepada hasil akhir suatu pertandingan.
Menarik pula komentar dari Menpora, Andi Mallarangeng, yang mengatakan bila semakin banyak kompetisi di negeri ini maka semakin bagus, karena Indonesia kelak akan memiliki pemain-pemain yang lebih kompetitif untuk masuk ke dalam tim nasional. Akan tetapi, sekali lagi PSSI tetap teguh pada pendiriannya dan tetap mengatakan IPL illegal.
Seharusnya sebagai orang-orang yang ‘lebih’ tahu aturan-aturan dalam sepak bola dan segala regulasi yang ada di dalamnya, mereka lebih mau berpikir positif atau bahkan dengan tangan terbuka mau merangkul pihak lain yang ingin menjalankan kompetisi professional, asal tujuannya untuk memajukan dunia sepak bola di negeri ini. Bukannya malah terasa tertandingi dan terancam eksis tensinya. Apakah PSSI telah lupa, bahwa dulu kita juga punya 2 kompetisi yang dapat berjalan beriringan, yaitu Liga Galatama dan Liga Perserikatan? Malahan dua kompetisi itulah yang mampu menghasilkan kualitas timnas Garuda yang sempat dianggap macan Asia, dan jawara di kawasan ASEAN. Namun, semua predikat itu mulai luntur ketika PSSI menghapus keberadaan Galatama dan Perserikatan, dan menggantinya dengan Liga Indonesia per musim 1993/1994. Entah kebetulan atau tidak, sejak hadirnya Liga Indonesia, yang pada musim 2008/2009 berubah menjadi Liga Super Indonesia, prestasi timnas Garuda menukik tajam dan hanya mampu menjadi tim dengan predikat 4 kali runner-up di ASEAN, bahkan hanya menjadi tim penggembira di kawasan Asia.
Mungkin inilah saat yang tepat bagi PSSI untuk sedikit menundukkan kepala, dan menyadari bahwa keberadaan IPL bukanlah sesuatu yang mesti dikhawatirkan. Sepak bola adalah olahraga universal, yang dimiliki oleh seluruh umat manusia, baik anak-anak hingga orang tua, baik si hitam maupun si putih. Bahkan sepak bola telah terbukti mempunyai peranan penting dalam menjadi media pemersatu, bagi Negara yang tengah dilanda perang sekalipun.
Kita harus kembali menyadari bahwa Tuhan menciptakan negeri ini dengan penuh perbedaan di dalamnya. Sehingga janganlah menganggap suatu perbedaan menjadi ancaman, bahkan seharusnya disitulah letak kekuatan bangsa kita ini. Indonesia tidak hanya dimiliki oleh satu daratan saja, tapi Indonesia dimiliki oleh semua orang-orang yang berada di 5 pulau besar dan ribuan pulau-pulau kecil dari Sabang hingga Marauke, dari pulau Miangas hingga pulau Rote.
Jadi ingatlah Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda tetapi satu jua. IND-ONE-SIA …
Meski sumpah pemuda telah berlalu puluhan tahun lamanya, dan meski kemerdekaan kemerdekaan telah setengah abad lebih berlalu. Sadar atau tidak, kita terkadang masih menyampingkan rasa persatuan itu, dan lebih mementingkan semangat kepentingan atau kedaerahan. Contohnya yang gue alami selama dua tahun belakangan, selama gue kuliah di Makassar. Di sini, entah sadar atau tidak, jiwa kedaerahan masih sangat kental. Dan pertanyaan seperti, “Asal darimana?” atau “Orang mana, ki?” terkadang membuat kuping gue enggak nyaman. Kenapa kita masih perlu mengetahui daerah asal, kalau kita sudah puluhan tahun sejak nenek moyang sampai kita saat ini masih setia menginjak dan menghirup udara di bumi Nusantara?
Bagi gue sudah cukuplah kita ‘menganakemaskan’ daerah masing-masing, karena hal ini pula lah yang sebagian besar menjadi penyebab utama konflik antar mahasiswa yang terjadi di Makassar. Hanya dengan meresapi kandungan semboyan bangsa, yang telah diwariskan oleh para proklamator , diatas, kita akan melupakan asal suku, melupakan daerah asal, dan bangga mengatakan kita orang Indonesia! INDONESIA, bung!
Bangsa kita memang penuh perbedaan, dan benar perbedaan itu pula yang tengah terjadi pada olahraga terbesar bangsa ini, sepak bola. Disaat euphoria terhadap timnas tengah mencapai titik tertinggi, kita harus menyaksikan konflik yang diakibatkan penyelanggaran kompetisi professional di negeri ini. Terhitung sejak 8 Januari 2011 kemarin, PSSI resmi memiliki saingan dalam penyelenggaraan Indonesia Super League (ISL), yaitu Indonesia Premier League (IPL). IPL yang hadir atas prakarsa Arifin Panigoro, yang bertujuan untuk menjalankan sebuah kompetisi sepak bola yang benar-benar professional. Kompetisi yang bebas dalam penggunaan dana APBD, sehingga setiap klub peserta IPL benar-benar mengurusi semuanya sendiri dan mandiri tanpa campur tangan pihak lain, terutama induk organisasi. Selain itu IPL juga hadir atas dasar menjalankan komperisi yang benar-benar bersih, tanpa intrik apapun, baik itu pemesanan gelar juara, keberpihakan wasit, hingga hukuman tim yang bisa dilobi dengan gelontoran rupiah.
Niat tulus para konsorsium menyelenggarakan IPL, ditolak mentah-mentah oleh para petinggi PSSI. Bahkan ketua umum dan sekjen PSSI, Nurdin Halid dan Nugraha Besoes, setuju mengatakan IPL adalah kompetisi illegal karena tidak mendapat ijin dari PSSI, selaku induk organisasi sepak bola tertinggi di Indonesia. Di lain sisi ancaman larangan para pemain yang berlaga di IPL untuk membela tim nasional, ialah cara lain PSSI untuk menggagalkan jalannya IPL. Namun, ancaman demi ancaman itu malah membuat niatan IPL semakin kuat bahkan tiga tim ISL, Persibo, Persema, dan PSM, resmi hijrah ke IPL. Alasan utama mereka hijrah yaitu karena keterbatasan dana dan ingin merasakan kompetisi yang lebih bersih, tanpa campur tangan pihak terkait yang sering mempengaruhi kepada hasil akhir suatu pertandingan.
Menarik pula komentar dari Menpora, Andi Mallarangeng, yang mengatakan bila semakin banyak kompetisi di negeri ini maka semakin bagus, karena Indonesia kelak akan memiliki pemain-pemain yang lebih kompetitif untuk masuk ke dalam tim nasional. Akan tetapi, sekali lagi PSSI tetap teguh pada pendiriannya dan tetap mengatakan IPL illegal.
Seharusnya sebagai orang-orang yang ‘lebih’ tahu aturan-aturan dalam sepak bola dan segala regulasi yang ada di dalamnya, mereka lebih mau berpikir positif atau bahkan dengan tangan terbuka mau merangkul pihak lain yang ingin menjalankan kompetisi professional, asal tujuannya untuk memajukan dunia sepak bola di negeri ini. Bukannya malah terasa tertandingi dan terancam eksis tensinya. Apakah PSSI telah lupa, bahwa dulu kita juga punya 2 kompetisi yang dapat berjalan beriringan, yaitu Liga Galatama dan Liga Perserikatan? Malahan dua kompetisi itulah yang mampu menghasilkan kualitas timnas Garuda yang sempat dianggap macan Asia, dan jawara di kawasan ASEAN. Namun, semua predikat itu mulai luntur ketika PSSI menghapus keberadaan Galatama dan Perserikatan, dan menggantinya dengan Liga Indonesia per musim 1993/1994. Entah kebetulan atau tidak, sejak hadirnya Liga Indonesia, yang pada musim 2008/2009 berubah menjadi Liga Super Indonesia, prestasi timnas Garuda menukik tajam dan hanya mampu menjadi tim dengan predikat 4 kali runner-up di ASEAN, bahkan hanya menjadi tim penggembira di kawasan Asia.
Mungkin inilah saat yang tepat bagi PSSI untuk sedikit menundukkan kepala, dan menyadari bahwa keberadaan IPL bukanlah sesuatu yang mesti dikhawatirkan. Sepak bola adalah olahraga universal, yang dimiliki oleh seluruh umat manusia, baik anak-anak hingga orang tua, baik si hitam maupun si putih. Bahkan sepak bola telah terbukti mempunyai peranan penting dalam menjadi media pemersatu, bagi Negara yang tengah dilanda perang sekalipun.
Kita harus kembali menyadari bahwa Tuhan menciptakan negeri ini dengan penuh perbedaan di dalamnya. Sehingga janganlah menganggap suatu perbedaan menjadi ancaman, bahkan seharusnya disitulah letak kekuatan bangsa kita ini. Indonesia tidak hanya dimiliki oleh satu daratan saja, tapi Indonesia dimiliki oleh semua orang-orang yang berada di 5 pulau besar dan ribuan pulau-pulau kecil dari Sabang hingga Marauke, dari pulau Miangas hingga pulau Rote.
Jadi ingatlah Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda tetapi satu jua. IND-ONE-SIA …
Komentar
Posting Komentar