Menantinya Kembali

Akhir Februari sampai awal Maret kemarin, kita (khususnya pencinta film) cukup dibuat khawatir tentang ancaman pemerintah untuk menghentikan impor film Hollywood. Hal ini disebabkan oleh kecekcokan pemerintah, melalui Dirjen Pajak, dengan pihak distributor film-film Holywood di Asia-Pasifik, MPA (Motion Pictures Association), mengenai pembayaran pajak impor film yang menunggak hingga menyentuh angka miliaran rupiah.

Mengapa kita perlu khawatir? Pertama, karena kita akan kekurangan tontonan berkualitas, yang hadir melalui film-film blockbuster ala Hollywood. Mungkin bagi segelintir orang hal ini nggak mempengaruhi sama sekali, tapi bagi kebanyakan orang, yang telah muak dengan tontonan “ala kadarnya” khas sinetron TV ataupun film-film lokal dengan horror-sexy-nya, ancaman ini layaknya sebuah bencana bagi kegemaran mereka pergi ke bioskop untuk mendapatkan tontonan bermutu. Kedua, bila berkurangnya tontonan yang bermutu, maka penyedia jasa bioskop akan berpikir ulang untuk menambah jumlah usahanya atau mungkin juga mereka akan menutup beberapa gedung bioskopnya, padahal jumlah cinema di Indonesia masih sangatlah kurang, dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Dan, yang Ketiga, kekhawatiran kita cukuplah beralasan karena dengan dikeluarkannya ancaman pemerintah perihal film impor, maka akan menyuburkan praktek pembajakan. Faktanya hingga awal tahun 2011, menurut beberapa data, menunjukkan bahwa Indonesia menjadi pesaing terketat bagi China dalam posisi teratas negara dengan produk bajakan terbanyak di dunia. Luar biasa, bukan?

Meski ancaman itu telah berjalan hampir dua bulan, nyatanya hingga detik ini bioskop di beberapa kota di Indonesia masih memutar beberapa film Hollywood. Akan tetapi, kita harus akui memang kalau beberapa rumah produksi, yang dinaungi MPA, seperti Sony Pictures, 20th Century Fox dan Dreamworks, telah menghentikan penayangan film-filmnya di layar bioskop tanah air. Film-film Hollywood yang kini mengisi studio-studio cinema, hanyalah film-film “low-class” Hollywood. Contohnya, di film Drive Angry, yang baru-baru ini saya tonton. Meski menampilkan aktor sekaliber Nicholas Cage, namun hal itu tidaklah bisa menutupi rendahnya kualitas film tersebut, yang penuh dengan violence dan rude things. Film ini diproduksi oleh Saturn Films dan didistribusikan melalui rumah produksi Summit Entertainment, yang beken dengan Twilight Saga. Dan film ini bisa hadir di Indonesia, sesuai yang tampak pada awal film, berkat usaha PT. Parkit Film Indonesia—yang menjadi importir sekaligus distributor.

Bila terus seperti ini, ujung-ujungnya bioskop-bioskop tanah air hanya akan diisi oleh film-film kurang bermutu, dengan hadirnya film-film Hollywood “low-class”, lalu ditambah lagi dengn film-film lokal “nggak banget” dengan hantu-hantu nan mengumbar keseksian aktris-aktrisnya.

Berhubung Summer time sudah di depan mata, tak ada salahnya kita berharap kali ini pemerintah menunjukkan ketidak konsistenannya, dengan mengijinkan film-film yang didistribusikan MPA hadir kembali di bioskop tanah air. Karena summer adalah waktunya film-film the most anticipated movies of the year hadir di bioskop-bioskop tanah air. Film-film seperti, Transformer 3, Harry Potter: The Deathly Hallow Part.2, dan Kung Fu Panda 2 sangat disayangkan bila hanya ditonton melalui DVD ataupun Blu-ray.

Jadi bagi para pihak, yang punya wewenang tentang masalah film-film impor ini semoga dalam waktu dekat dapat menemukan jalan keluar dari masalah ini. Sehingga semua bisa kembali seperti semula, membuat movie-lovers kembali tersenyum dengan hadirnya lagi film-film favoritnya di bioskop-bioskop kesayangan mereka.

Everybody believe in quality, not quantity!

Komentar

Postingan Populer