Tetap Tegar Di Tengah Badai
Berikut ini gue posting berita yang sempat dulu gue liput, beritanya ebih berkisah tentang kehidupan seseorang.
Siapa bilang datangnya suatu musibah menghentikan kita untuk terus bermimpi? Justru dengan musibah itu mendatangkan hikmah dan memberikan motivasi baru untuk tetap berjuang dalam mengarungi hidup.
Itulah satu wejangan yang diberikan seorang mahasiswi, berinisial SI, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan semester 6. Meski dia tengah berjuang untuk melawan suatu musibah, berupa penyakit, namun semangatnya untuk terus menyelsaikan studinya tak pernah pupus.
“Saya juga menolak saat keluarga meminta saya untuk cuti dari kuliah karena penyakit ini.” tambah mahasiswi, yang lahir di Bulukumba 21 tahun silam.
SI terkena gejala kanker payudara, yang dia dapatkan karena faktor keturunan, sejak tahun 2010 atau lebih tepatnya setelah Idul Fitri tahun lalu.
“Saat itu saya baru saja kembali berlibur dari Balikapapan selama dua bulan. Setelah saya kembali ke kampung saya merasakan keram di tangan kiri dan kondisi tubuh lemas.” kata mahasiswi yang kelak bercita-cita menjadi guru itu, mengenai waktu dan gejala awal dari penyakitnya.
Untuk sekedar berkonsultasi tentang penyakitnya itu ke dokter spesialis, SI harus mengeluarkan uang minimal Rp 200.000. Disamping itu, dia juga terkendala oleh kelengkapan berkas-berkas bila ingin memeriksakan penyakitnya di rumah sakit. Dengan segala keterbatasan yang dia miliki, membuat SI hanya bisa mendapatkan pengobatan alternatif untuk sekedar mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh penyakitnya itu.
Menjadi anak pertama dari empat bersaudara, dan telah menjadi seorang yatim. Membuat SI bertekad untuk menjadi teladan bagi adik-adiknya. Dia tak pernah mau berhenti menyerah untuk menyelasaikan kuliahnya tepat waktu. Meski penyakitnya selalu membuatnya lemas, bahkan beberapa kali membuat dia pingsan saat beraktifitas di kampus.
Siapa bilang datangnya suatu musibah menghentikan kita untuk terus bermimpi? Justru dengan musibah itu mendatangkan hikmah dan memberikan motivasi baru untuk tetap berjuang dalam mengarungi hidup.
Itulah satu wejangan yang diberikan seorang mahasiswi, berinisial SI, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan semester 6. Meski dia tengah berjuang untuk melawan suatu musibah, berupa penyakit, namun semangatnya untuk terus menyelsaikan studinya tak pernah pupus.
“Saya juga menolak saat keluarga meminta saya untuk cuti dari kuliah karena penyakit ini.” tambah mahasiswi, yang lahir di Bulukumba 21 tahun silam.
SI terkena gejala kanker payudara, yang dia dapatkan karena faktor keturunan, sejak tahun 2010 atau lebih tepatnya setelah Idul Fitri tahun lalu.
“Saat itu saya baru saja kembali berlibur dari Balikapapan selama dua bulan. Setelah saya kembali ke kampung saya merasakan keram di tangan kiri dan kondisi tubuh lemas.” kata mahasiswi yang kelak bercita-cita menjadi guru itu, mengenai waktu dan gejala awal dari penyakitnya.
Untuk sekedar berkonsultasi tentang penyakitnya itu ke dokter spesialis, SI harus mengeluarkan uang minimal Rp 200.000. Disamping itu, dia juga terkendala oleh kelengkapan berkas-berkas bila ingin memeriksakan penyakitnya di rumah sakit. Dengan segala keterbatasan yang dia miliki, membuat SI hanya bisa mendapatkan pengobatan alternatif untuk sekedar mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh penyakitnya itu.
Menjadi anak pertama dari empat bersaudara, dan telah menjadi seorang yatim. Membuat SI bertekad untuk menjadi teladan bagi adik-adiknya. Dia tak pernah mau berhenti menyerah untuk menyelasaikan kuliahnya tepat waktu. Meski penyakitnya selalu membuatnya lemas, bahkan beberapa kali membuat dia pingsan saat beraktifitas di kampus.
Komentar
Posting Komentar