THE AVENGERS (2012) Review: Bukan Sekedar "Superhero Gathering"


Apa jadinya bila enam superhero Marvel comics bersatu dalam satu scene? Seru, keren, atau mungkin juga mengecewakan? Semua bisa saja menjadi pertanyaan besar bagi kita yang sudah menanti-nanti hadirnya The Avengers, terutama bagi yang sudah kecanduan superhero itu bermain di film tunggalnya, misalnya Iron Man, Thor, Hulk, dan yang terbaru (remake-nya) Captain America. Keputusan Marvel dan Paramount Pictures untuk menvisualisasikan keenam tokoh pahlawan super itu ke dalam sebuah layar perak, bisa dikatakan sebuah keputusan berani. Kenapa? Karena kita sudah tahu seberapa kuatnya peran dan sudah cukup melekat kepribadian para superhero itu di film-nya masing-masing bagi para movie-lovers, sehingga bila sang sutradara gagal memadukan kebintangan mereka dengan alur cerita yang baik, maka film itu layaknya sebuah superhero gathering.

The Avengers dirilis pertama kali di daratan Inggris Raya pada Minggu terakhir bulan April 2012, dan membawa film ini sukses meraup penghasilan sebesar Rp 1,6 Trilliun di luar Amerika Utara pada minggu perdananya. Di Indonesia sendiri film ini sangat booming, itu terlihat dengan antusiasme tinggi para penikmat film di bioskop-bioskop Tanah Air di 3 hari pertamanya (4-6 Mei).

Alkisah keenam jagoan super itu dikumpulkan oleh Direktur S.H.I.E.L.D, Nick Fury (Samuel L. Jackson) untuk mengalahkan Loki alias adik adopsi Thor, yang berasal dari dunia antah berantah bernama Asgard. Loki memiliki sebuah tongkat sakti yang bisa mengendalikan tesseract, sebuah kubus biru yang menjadi sumber kekuatan untuk menaklukan dunia dan menguasai jagad raya. Dengan keberhasilan Loki mencuri tesseract dari laboratorium S.H.I.E.L.D membuat perdamaian dunia terancam, apalagi dengan ambisinya untuk membuat seluruh umat manusia tunduk pada perintahnya, hal ini membuat Fury memutuskan untuk mengumpulkan enam jagoan super dalam sebuah misi bernama Avengers untuk merebut kembali kubus biru itu. Sekilas perebutan kubus itu mirip dengan yang ada di edisi perdana film Transformer.

Karakter dari masing-masing tokoh superhero yang sangat kuat dan kental, membuat tugas S.H.I.E.L.D tidak mudah untuk menjadikan mereka dalam satu regu. Selain itu latar belakang mereka yang berbeda menambah kerumitan itu. Kita bisa lihat, sebelum mendapat misi Avengers tiap superhero punya kesibukan pribadi; Iron Man a.k.a Tony Stark (Robert Downey Jr.) tengah sibuk menambah jumlah Stark Tower sebagai bagian misi kemanusiaanya yang berkaitan dengan penggunaan energi alternatif, Hulk a.k.a Bruce Banner (Mark Ruffalo) mengabdikan dirinya sebagai seorang dokter keliling di daerah kumuh Kalkutta, India, Black Widow (Scarlett Johansson) dan Hawkeye (Jeremy Renner) tetap menjalankan tugasnya sebagai agen S.H.I.E.L.D, Captain America (Chris Evans) yang masih mencoba menyadarkan dirinya kembali setelah terbangun dari tidur panjang pasca Perang Dunia II, dan Thor a.k.a Dewa Halilintar (Chris Hemsworth) yang entah darimana asalnya tiba-tiba hadir di tengah berjalannya film. Kegamangan mereka untuk berkerja dalam satu tim terlihat dengan adanya adu argumentasi antar mereka, mencari siapa yang terhebat dan apa sebenarnya yang mereka akan lakukan dengan berada dalam sebuah regu.

Lewat satu jam film berjalan, kita akan mulai disuguhkan pertarungan para superhero dengan pasukan makhluk luar angkasa, setelah Loki sukses membuka pintu dimensi dengan menggunakan tesseract. Monster-monster itu tumpah ruah di New York sehingga merusak jalanan dan gedung-gedung pencakar langit di kota pusat ekonomi dunia itu. Dalam pertarungan itu kita akan melihat bagaimana pembagian tugas para superhero; Captain America sebagai pemimpin dari regu ini yang memegang komando, Iron Man dengan kekuatan Hi-Technya menjadi penghalau pertama sekaligus pengalih bagi monster-monster yang hadir melalui langit, Thor dengan palu halilintarnya juga menjadi penghadang monster-monster di angkasa dengan kemampuannya mengendalikan halilintar sebagai senjata pamungkasnya, Black Widow dan Hawkeye menemani sang Captain bertarung di jalanan New York, dan Hulk akhirnya mendapat lawan sepadan bagi kekuatan fisiknya yang tak tertandingi. Ribuan prajurit luar angkasa yang hadir hanya dilawan dengan enam jagoan super itu, tanpa terlihat ada bantuan dari NYPD ataupun US Army. Kedua angkatan bersenjata normal itu hadir menjelang pertarungan usai, atau dengan kata lain meski kalah dalam jumlah namun The Avengers masih bisa mengatasi itu semua. Dan pertarungan usai ketika Iron Man sukses merubah arah sebuah roket nuklir—awalnya untuk menghancurkan Pulan Manhatan—ke pintu dimensi di langit New York dan menghancurkan pusat energi tesseract  di luar angkasa.

Joss Whedon, sang sutradara sukses menghadirkan alur cerita yang cukup menghibur sekaligus juga menegangkan. Dialog para tokoh yang sarat akan makna juga menjadi nilai lebih film ini. The Avengers bukan lah film superhero kelas kacangan yang hanya mengandalkan ledakan dan senjata khusus jagoan super, namun juga menampilkan teknologi canggih dari agen rahasia Amerika Serikat. Meski mengumpulkan keenam superhero ini ke dalam satu ramuan, yang bernama The Avengers, namuan Whedon tidak menghilangkan kekhasan yang sudah melekat dimiliki oleh para superhero itu, sebagai contoh Hulk tetaplah seorang dokter dan ilmuwan genius yang lugu, Captain America masih membawakan jiwa veterannya yang serius dan tanpa kompromi sebagai eks prajurit perang terbesar di abad 20, Black Widow dan Hawkeye ialah dua agen yang hidupnya penuh teka-teki, Thor tetaplah memiliki kebijaksanaan layaknya seorang Dewa, dan Iron Man tetaplah seorang dermawan, kaya raya, ilmuwan dan playboy yang keras kepala dan sulit diajak serius. Film ini menegaskan bahwa keenam superhero disatukan semata-mata hanya untuk menyelesaikan sebuah misi kemanusian dengan jalannya (baca: kekuatan) sendiri dan bekerja sebagai tim , bukan sekedar saling mencocokkan satu sama lain untuk melihat siapa yang paling super diantara mereka.

The Avengers bukan lah sebuah superhero gathering yang saling adu kuat-kuatan karena tiap superhero tetaplah menjadi dirinya sendiri. Sejujurnya apa yang saya takutkan dengan film ini yang akan miskin kreatifitas cerita dan terkepung dengan kehadiran para jagoan super tidak lah terbukti. Cerita berjalan dengan alur yang pelan namun pasti. Awal cerita memang membawa kita kepada cerita yang didominasi oleh adu agumentasi para tokoh super, yang agak membosankan, namun ternyata itu adalah salah satu resep Joss Whedon untuk mengumpulkan adrenalin kita di klimaks cerita yang penuh akan aksi heroik para jagoan super Marvel Comic, hasil kreativitas Stan Lee dan Jack Kirby. Dan saya berani katakan kalau film ini adalah salah satu film yang WAJIB DITONTON di tahun 2012.

Score: 9 (skala 1- 10)


Komentar

Postingan Populer