NIKAH? We Want, but Not Now!


Pada Jumat malam lalu bersama seorang kawan (anggap saja namanya Deni) gue berboncengan sepeda motor melintasi jalanan gelap Hertasning Baru menuju kampus 1. Di bawah langit malam yang hanya dihiasi sedikit bintang dan Bulan yang hanya menampakkan setengah dari keseluruhan wujudnya, kami membicarakan sebuah topik pembicaraan yang sangat menarik dan menjadi alat yang sangat sangat ampuh untuk menikmati perjalanan.

Deni menceritakan kisah percintaan seorang kawan lainnya, yang bernama Rizky. Rizky yang sejak awal tahun ini menjalin kasih dengan seorang kawan cewek di kelas, dalam beberapa waktu belakangan ini mendapat suatu “tuntutan” dari pacarnya itu. Entah kesambet apa tuh pacarnya? Tiba-tiba dia berkata kepada Rizky dengan penuh keseriusan dan (terlihat) tulus dari hati yang paling dalam, (ket: percakapan di tulisan ini diusahakan menggunakan bahasa Indonesia tanpa logat Makassar atau Bugis :D)

Ceweknya Rizky (CR): “Kalau kamu serius sama aku, aku tunggu kamu untuk ngelamar aku.”

Rizky: “(Hening)”

CR: “Paling tidak nggak lama setelah kita lulus, aku tunggu kamu secepatnya untuk ketemu orang tua aku (baca: ngelamar).”

Rizky: “(Hening BERAT!!!)”

Setiap cowok, bagaimana pun jenis dan bentuknya, kalo ditanya pertanyaan seperti itu dijamin pasti speechless (syukur-syukur kalo nggak langsung ayan/epilepsi di tempat). Bagaimana tidak? Dengan usia yang baru berkepala dua dan dengan status mahasiswa pas-pasan, yang makan pun jarang berganti menu, kecuali indomie telur. Pertanyaan semacam itu layaknya sebuah petir di kala hujan deras yang penuh angin, yang membuat keadaan semakin buruk dan buruk. Untung kawan gue, si Rizky cukup mampu mengendalikan suasana, dan dengan bijaknya (menurut cerita yang disampaikan Deni) dia menjawab,

Rizky: “Bukannya aku nggak serius sama kamu, tapi kalo dalam waktu dekat kamu nuntut aku hal itu, Maaf aku belum bisa. Aku masih punya orang tua yang ingin aku bahagiakan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk mempunyai keluarga sendiri nanti.”

Apa yang diceritakan Deni tentang keadaan percintaan Rizky sebenarnya mirip-mirip dengan apa yang dialami oleh Deni sendiri. Setelah selesai menceritakan kisah Rizky, gantian Deni menceritakan apa yang dialaminya dengan sang doi, yang kini baru memasuki bulan keempat dalam kisah percintaan mereka.
Semenjak hubungan mereka memasuki bulan kedua, pacarnya Deni (PD) mulai melancarkan permintaan yang hampir sama dengan ceweknya Rizky, yaitu minta buru-buru dinikahin. Mendengar itu otomatis gue langsung ketawa sepuas-puasnya sambil ngendarain motor.

Lalu gue juga langsung berpikir, kok di abad 21 ini masih ada cewek/perempuan/wanita yang orientasi hidupnya “cuma” untuk dinikahi. Seandainya R.A Kartini tahu keadaan ini mungkin dia udah gentayangan di mimpi cewek-cewek macam itu. Kartini udah perjuangkan yang namanya emansipasi tapi ujung-ujungnya emansipasi itu gak dimanfaatkan, kecuali (bagi mereka) emansipasi untuk mengatur keuangan suami. Emang sih kodrat wanita untuk mengurus suami, anak dan segala hal keperluan rumah tangga, tapi bagi gue gak ada salahnya lah mereka juga melakukan sesuatu yang lebih sesuai dengan mimpinya, asal jangan melupakan kodrat awalnya itu. Untuk keadaan itu para hawa bisa belajar banyak dari Khadijah R.A, istri pertama, cinta sejati, dan yang pasti istri paling disayangi oleh Rasulullah S.A.W. Beliau telah mengajarkan para perempuan bagaimana profesinya sebagai pengusaha tak menghilangkan sedikit pun kewajibannya sebagai seorang istri yang merawat suami, anak-anak, dan juga menjadi co-pilot dalam perjalanan rumah tangganya dengan Manusia terbaik di muka Bumi, Nabi Muhammad.

Balik lagi ke cerita percintaan si Deni. Deni juga bercerita kalau di keluarga pacarnya ini ada sebuah tradisi, yaitu apabila dia telah mengajak seorang cowok untuk bertemu orang tuanya, otomatis cowok itu pasti menjadi suaminya kelak. Itulah yang buat Deni selalu menolak setiap kali pacarnya ngajak dia untuk bermain ke rumahnya dan bertemu dengan kedua orang tua pacarnya itu. Nah keadaan itu ditambah lagi dengan beberapa permintaan (yang tipis-tipis disebut sebuah tuntutan) kepada si Deni dan otomatis membuat Deni malas ngomong hal-hal serius dengan pacarnya itu. Berikut ini gue ilustrasikan permintaan PD, sesuai dengan apa yang diceritakan oleh Deni ke gue dalam perjalanan.

Pacarnya Deni (PD): “Kalo tiga tahun setelah kita lulus kamu belum lamar aku, dan di saat itu tiba-tiba ada yang datang ke orang tuaku untuk lamar aku, aku akan terima dia tanpa nunggu kamu lagi.”

Deni: “(Hening), (Bingung)”

PD: “Aku cuma minta 50 juta kok kalo kamu mau nikahin aku.”

(50 juta sih cuma!!)

Deni: “(Dalam Hati: {kamu kira aku punya pohon uang apa!!?})”

PD: “Nanti juga kalo udah nikah, aku mau suami aku punya mobil Toyota Fortuner dan aku punya Jazz. Jadi aku maunya punya rumah yang ada garasi mobilnya untuk mobil-mobil kita.”

Deni: “BUNUH AJA AKU SEKARANG!!!”

Untung aja Deni orangnya gak terlalu ngambil pusing permitaan itu, jadi setiap PD terlihat untuk memulai topik pembicaraan di atas, buru-buru Deni alihkan ke topik lain yang biasanya berupa becandaan dan nggak menjurus ke topik serius. Yang masih kuliah aja permintaannya udah segitu “mahalnya”, jadi gue juga gak bisa bayangin seandainya cewek itu udah kerja, permintaan macam apa yang akan keluar dari mulut manisnya. Bayangkan aja dulu, kawan.

Demikian lah ilustrasi kisah percintaan dua teman kampus gue, yang mulai menerima tuntutan dari ceweknya untuk menikah secepatnya. Tulisan ini sebenarnya bukan untuk menjelek-jelekkan kaum hawa tertentu, tapi sekedar ingin memberikan penjelasan singkat kepada kaum hawa, bahwa cowok itu pasti punya komitmen kuat dalam sebuah hubungan yang mereka anggap serius. Namun, seserius apa cowok dalam hubungan nggak melulu orientasi mereka untuk buru-buru nikah, karena cowok itu punya skala prioritas untuk orang-orang terbaik dalam hidupnya. Pertama dan paling utama, mereka akan bahagiakan dulu orang tua. Kedua, berusaha untuk memapankan diri, supaya saat nanti sudah berkeluarga tidak perlu lagi bergantung pada orang tua ataupun mertua. Dan yang ketiga baru berkeluarga. Bila ketiga prioritas awal itu bisa dipenuhi, niscaya kehidupan pasti akan sangat manis rasanya.

Karena PRIA juga ingin dimengerti. :D

Komentar

Postingan Populer