Mana Benderamu, Mana Nasionalismemu?


Bendera. Bukan sembarang untaian benang-benang. Bukan pula selembar kain biasa. Sebagian besar terdiri dari dua hingga tiga perpaduan warna. Dengan ukuran rata-rata 100 x 75 cm. Bendera merupakan tanda sebuah bangsa, juga menunjukkan rasa kebanggaan kepada bangsa dan, tentunya, rasa memiliki sekumpulan warga negara kepada tanah airnya. Kain ini terlihat sederhana, namun makna yang terwakili tak tergantikan.

Kain yang dinamakan bendera ini juga mewakili nasionalisme. Ya, nasionalisme. Suatu ISME yang selalu digembar-gemborkan setiap orang. Serta, ISME yang mampu melucut segala keterbatasan hingga mengakibatkan huru-hara membabi buta.

Uraian singkat di atas sedikit menjelaskan betapa saling keterkaitannya sebuah bendera dengan suatu paham yang menekankan rasa cinta kepada tanah air, nasionalisme. Kesadaran inilah yang semakin menipis dimiliki anak bangsa, hingga banyak penggunaan bendera sebagai simbol negara yang salah kaprah, dan rasa nasionalisme yang menjurus ke arah kekerasan. Dan tulisan singkat ini hadir atas kerisauan saya dengan keadaan sekitar. Inilah catatan Bendera dan Nasionalisme.

Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia sangatlah sederhana, dengan merah putih-nya, sama persis dengan bendera negara monarki, Monaco, atau juga berkebalikan dengan bendera Polandia, yang putih merah. Bendera kita juga tidak semonumental Amerika Serikat, yang mencantumkan 50 bintang yang mewakili jumlah negara bagian. Tidak seislami Turki dengan bulan sabit dan bintang, atau Arab Saudi dengan tulisan bernafaskan tauhid. Tidak sefilosofis bendera Britania Raya dengan garis Saint George-nya, juga.

Bendera kita hanya terdiri dua warna. Namun dua warna itu memiliki sisi historis yang sangat mendalam bagi perjalanan bangsa ini. Kita tidak akan pernah tahu, bagaimana gejolak hati Ibu Fatmawati saat menjahit bendera ini pertama kali. Dan kita tentu tidak akan pernah bisa memiliki kebanggaan yangs ama dengan para pejuang di Surabaya saat merobek warna biru bendera Belanda di atas Hotel Oranje, sehingga yang tersisa hanya merah dan putih. Meski dibalas dengan timah panas dari para meneer, para pejuang itu meninggalkan dunia dengan rasa puas dan bangga terhadap tanah tumpah darahnya. Itulah cara orang-orang terdahulu bangsa ini menunjukkan rasa nasionalisme-nya.

Kini, setelah nyaris 70 tahun bangsa Indonesia memiliki sang saka merah putih. Yang ditandai juga dengan dimasukkan bendera sebagai identitas bangsa dalam Undang-undang Dasar 1945. Disadari atau tidak kebanggan terhadap bendera itu sudah sedikit berubah caranya, bahkan agak melenceng. Kita bisa lihat saat perayaan kemerdekaan di bulan Agustus, sebagai contoh. Coba perhatikan dan sadari, seberapa banyak rumah di lingkungan kita yang sudah mengibarkan merah-putih di teras rumah? Bisa dipastikan pemandangan rumah-rumah telah memasang atribut ke-Indonesia-an bisa dihitung dengan jari. Hal ini utamanya terjadi di kota-kota besar. Situasi ini memang tidak terjadi dalam 20 hingga 10 tahun terakhir. Tapi sekarang, saat semua orang dengan bangga mendeklarasikan diri memiliki jiwa nasionalis lebih tinggi dibandingkan yang lain, namun memasang bendera untuk mengenang perjuangan para pahlawan pun masih sering terlupa, atau sengaja dilupakan.

Cobalah kita intropeksi diri. Sederhananya bendera itu untuk dikibarkan setinggi angkasa agar kelak kita bisa melihatnya dengan rasa bangga. Bukan sebagai alat identitas diri sebagai garda terdepan dalam demonstrasi semata. Saat kita berteriak dengan menggenggam sang merah putih dengan dalih menyampaikan aspirasi rakyat yang diingkari oleh para penguasa, tapi di sisi lain demonstrasi itu malah melukai warga lain, tanpa kita sadari. Tanpa bermaksud menganggap remeh aksi di jalan, yang memberikan dampak historis dan politis di tahun 1966 dan 1998. Saya sekedar mengkritisi ‘cara tradisional itu’ untuk menyampaikan aspirasi kita. Sekedar membandingkan apa yang dilakukan mahasiswa-mahasiswa di negeri Paman Sam, Amerika Serikat , untuk menyalurkan pendapat mereka.  Mereka menulis, berkarya untuk bangsa dengan penemuan-penemuan, dan memberikan prestasi untuk perubahan bangsa. Tidak dengan teriak dan membakar ban di tengah jalan. Saya sangat kagum dan salut dengan anak bangsa yang mampu mewakili nama Indonesia dengan kesenian tradisional, baik tarian maupun musik, di dunia Internasional. Sesungguhnya, Indonesia punya sangat banyak anak bangsa yang punya visi perubahan dengan cara modern itu. Kita butuh perubahan.

Kembali ke bendera. Di negeri ini bendera umumnya dikibarkan hanya pada saat memperingati hari kemerdekaan. Sangat jarang kita melihat kantor-kantor apalagi rumah-rumah memasang bendera di hari-hari biasa, kecuali kantor pemerintahan. Bahkan nuansa taboo masih terasa ketika sebelum bulan Agustus ada rumah yang mengibarkan sang merah putih. Ini sangatlah berbeda bila dibandingkan di beberapa wilayah Amerika Serikat. Kita bisa lihat di seluruh sekolah dan universitas di Amerika Serikat mereka selalu mengibarkan bendera setiap hari. Bahkan, tidak hanya bendera negara, tetapi juga bendera negara bagian dan bendera Universitas. Namun, universitas di Indonesia hanya sebagian kecil yang mengibarkan bendera Indonesia. Padahal, instansi pendidikan ialah tempat untuk menimba ilmu. Bukan hanya ilmu eksak atau sosial, namun juga ilmu untuk mencintai tanah air. Mengibarkan bendera, salah satu mata pelajaran wajibnya.

Saya menampilkan Amerika Serikat sebagai contoh bukan maksud untuk meremehkan bangsa sendiri. Tapi ini untuk bahan pembelajaran bagi kita bersama. Rakyat Amerika yang sebagian besar berkulit putih atau hitam, sejujurnya adalah bangsa pendatang atau imigran, bukanlah bangsa yang telah mendiami bangsa itu sejak nenek moyang mereka. Sehingga kalau ditelusuri, nenek moyang sebagian besar rakyat Amerika berasal dari berbagai negara di belahan dunia, terutama Eropa dan Afrika.  Meski bukan “tanah aslinya” namun mereka punya kebanggaan yang amat sangat dengan bangsa Amerika Serikat, dengan bendera dan segala macam simbol negara lainnya. Seharusnya, kita sebagai bangsa Indonesia, yang telah bernenek moyang asli Nusantara bisa melebihi apa yang dimiliki Americans. Walaupun saat ini masih belum mampu menyamai, tapi kita harus yakin dan percaya mulai saat ini bahwa kita juga memiliki rasa bangga dengan bangsa sendiri, bangsa Indonesia.

Pada akhirnya, bendera memang adalah benda tersederhana untuk menunjukkan rasa nasionalisme kita. Begitu pun, nasionalisme. Mudah diucapkan, tetapi susah diwujudkan di kehidupan sehari-hari. Sebelum terlalu jauh mendambakan nasionalisme pada diri masing-masing. Alangkah baiknya apabila kita menanamkan dan melestarikan terlebih dahulu rasa bangga dan hormat ketika melihat simbol negara, simbol perjuangan bangsa. Bendera merah-putih. Bendera INDONESIA!

Komentar

Postingan Populer