Review BLINK 182 - Dogs Eating Dogs EP: Kembali Menjadi Independen
![]() |
alt-uk.net |
Awal November 2012, bukan hanya menjadi waktu perayaan 20
tahun eksistensi blink-182 di belantika musik dunia. Lebih dari itu mereka
memutuskan untuk kembali menjadi band indie,
dengan melepaskan diri dari embel-embel Interscope Records yang sejak album Dude Ranch mengawal lagu-lagu yang
diciptakan oleh trio Mark, Tom, dan Travis. Untuk menandai kembalinya mereka ke
ranah musik independent, lahirlah
sebuah EP (Extended Project) bertajuk Dogs
Eating Dogs. EP yang berisi lima lagu ini dikerjakan hanya dalam waktu satu
bulan, dimulai awal November 2012 dan dirilis 18 Desember 2012. Sebuah tanda
terlahirnya kembali blink-182.
Dogs Eating Dogs bukan
sekedar proyek asal-asalan Tom, Mark, dan Travis yang berusaha untuk
mendapatkan keuntungan komersial, pasca anjloknya respon pasar pada album Neighbrhoods. Album EP ini merupakan
reinkarnasi blink-182. Di album Neighborhoods,
yang menjadi album perdana mereka setelah memutuskan reuni pada 2009, terdengar
kurang ‘blink’. Kenapa? Karena dengan mudahnya pendengar bisa mengategorikan
lagu-lagu yang ada berdasarkan side-project
ketiga personil blink-182. Dan Dogs
Eating Dogs membawa kembali rasa ‘blink’ yang sebenarnya. Tanpa
dilebih-lebihkan ataupun kekurangan apapun.
Meskipun dirilis berdekatan dengan momen Natal dan Tahun
Baru, EP yang satu ini sama sekali tidak bertemakan liburan. EP ini murni
lagu-lagu baru blink-182 yang merupakan kelanjutan dari reformasi bermusik
mereka. Mungkin kita bisa merasakan ‘aroma’ Natal pada hits single “Boxing Day”, akan tetapi lagu ini bukanlah lagu
tentang perayaan itu. Kelima lagu dalam album ini lebih menyinggung berbagai
macam rasa kehidupan, seperti cinta, optimisme, kesedihan, kesepian, dan perjuangan.
Dogs Eating Dogs dibuka
oleh “When I Was Young”. Bila mendengarkan intronya, kita akan merasakan nuansa
Angels & Airwaves-nya Tom. Namun tepat 43 detik intro mengalun, vocal fast-punk Tom menghantam. Di sinilah
letak perbedaanya Tom di AVA dan Tom di blink. Bila di AVA kita lebih sering mendengar
suara Tom yang mendayu-dayu, tetapi bersama blink Tom tetap mempertahankan sisi
punk-nya. Track perdana ini mengisahkan nilai-nilai optimisme dalam hidup,
layaknya ketika kita di masa muda yang selalu penuh semangat. Dalam lagu ini
Tom mengajak kita untuk merenung, seberat apapun masalah yang kita alami, semua
itu “doesn't hurt that much” tambah Mark yang mengisi backing vokal. Nuansa punk masih terasa kental di lagu ini. Tempo
drum, melodi gitar, dan ritme bass sangat sempurna berpadu kasih di lagu ini.
Track kedua
memiliki judul yang sama dengan tajuk album ini, “Dogs Eating Dogs”. Mendengar
intro lagu ini, akan sangat mengingatkan kita pada satu lagu dari album Self-titled blink-182, “Stockholm
Syndrome”. Permainan variatif Travis pada drum, membawa lagu ini terdengar
sangat kuat. Ditambah pula perpaduan vokal Mark yang mengisi verse dan bridge, dan Tom yang mengambil alih bagian refrain, menambah warna kebersamaan dari ketiga sahabat yang telah
bersama nyaris dalam separuh masa hidup mereka. Lagu ini bertema tentang keputusasaan.
Rasa putus asa itu pun terwakili dari musik yang mengiringi kata-kata dalam
liriknya. Walaupun musik bertempo cepat, namun terasa muram dan gelap.
Bagi yang
merindukan permainan solo bass Mark pada intro lagu blink-182, track ketiga “Disaster”
akan memupus kerinduan itu. Diawali suara bass, lalu kocokan gitar Tom dan gema
suara a la AVA menjadi komposisi intro dalam lagu ini. Lagi dan lagi, dalam EP
ini Mark, Tom, dan Travis mengajak kita terlebih dahulu larut pada intro yang
menenangkan, lalu sesaat kemudian memaksa kita untuk menghentakkan anggota
tubuh untuk menikmati tempo cepat khas blink-182. Selanjutnya, suasana tenang
kembali lagi pada interlude sebelum
kita mencapai klimaks pada refrain terakhir. Epik. Sesuai dengan judulnya, “Disaster”
merupakan teriakan atas segala ketakutan yang kita miliki sebagai manusia. Yang
diumpamakan dengan bencana yang akan selalu membuat kita berduka.
Cukup dengan
musik yang menghentak yang dipenuhi distorsi dan ketukan drum yang powerful. Track keempat, yang juga tak
lain ialah hits single dalam EP ini, “Boxing
Day” akan membawa kita berdendang dan menari dalam alunan musik akustik, yang
dipadu drum elektrik. Setelah menanti sekian lama, akhirnya Tom cs.
menghadirkan kembali sebuah lagu akustik. Terakhir blink-182 memiliki “What
Went Wrong” atau “There Is” dari Box Car Racer (Tom dan Travis), yang bernuansa
akustik dan muncul pada medio 2001. Berarti sudah lebih 10 tahun! Pada lagu ini
Tom mengisi verse dan bridge, sedangkan Mark berkuasa pada reff. Lagu catchy yang satu ini terdengar ceria, meskipun sebenarnya lagu ini
mengisahkan perasaan sedih yang disebabkan perginya sesuatu yang sangat kita
idam-idamkan. Seperti kata Mark, “lagu ini menggambarkan perasaan setelah kita
membuka semua kado Natal. Kita pasti akan bertanya, selanjutnya apa? Dan sangat
menyedihkan saat kita tahu harus meninggalkan itu semua.” Lagu ini sangat cocok
untuk siapapun yang ingin membawa kesedihannya dengan keceriaan.
Usai
mendeskripsikan kelamnya hidup pada lagu-lagu sebelumnya, “Pretty Little Girl” track
penutup EP ini merupakan lagu cinta. Namun, jangan membayangkan blink-182
menciptakan karya cinta yang galau dan mendayu-dayu. Memang ini lagu cinta,
tapi cinta yang ‘berani’. Lagu ini mengisahkan bagaimana sulitnya
mempertahankan cinta dengan pasangan kita. Tahun demi tahun yang kita jalani
bersama bukanlah jaminan bahwa masalah dalam kebersamaan itu akan menghilang,
bahkan semakin keras dan tangguh. Mempertahankan cinta lebih sulit dari sekedar
mendapatkannya. Dengan lagu ini Tom ingin berbagi kisah kepada kita tentang
kisah cintanya dengan sang istri, Jennifer DeLonge , yang telah menemaninya
selama 19 tahun. Hadirnya rapper Yelawolf
yang mengisi interlude menambah kaya
nuansa pada lagu ini. Lagu pamungkas ini berhasil menutup kesan keseluruhan
dari EP yang amat singkat ini, bahwa inilah warna blink-182 yang sekarang.
Setelah cukup
agak kecewa dengan Neighborhoods yang
terasa serba nanggung antara blink-182 atau side-project
para personilnya, EP Dogs Eating
Dogs menghantarkan kembali warna blink-182 yang sempat menghilang. Lima
lagu yang ada dalam EP ini merupakan kelanjutan dari proses pendewasaan dan
keseriusan lagu-lagu yang hadir pada album Self-titled
dan menyempurnakan Neighborhoods.
Inilah musik blink-182 saat ini. Mereka menandakan bahwa musik telah berubah,
layaknya kehidupan. Dengan usia yang nyaris 40 tahun, tidak logis lagi apabila
mereka tetap menciptakan dan menyanyikan lagu tentang masa SMA dan lelucon
toilet. Dengan sedikit berimajinasi, apa jadinya bila Jerry Finn masih menjadi
bagian di balik layar album ini? Pasti ada rasa berbeda yang dibawa Finn, tanpa
mengurangi keliaran kreatifitas Mark, Tom, dan Travis. Ya, inilah blink-182,
bukan Angels & Airwaves, +44, ataupun Box Car Racer. Blink-182 yang telah
menjadi veteran di musik punk, dan mengeksplorasi berbagai macam musik seperti
alternative, hardcore, rock dan rap, tanpa meninggalkan akar pop punk mereka.
Dalam Dogs Eating Dogs kita juga mendengarkan
kembali rasa vokal Tom yang blink. Permainan bass Mark yang lebih melodik, dan
yang pasti kegilaan Travis yang semakin tak terjamah skil nya dibalik kemudi
drum. Di album EP ini Tom lebih banyak mengambil bagian vokal, Mark lebih
sering menjadi vokal pendamping tanpa satupun lagu yang ia nyanyikan penuh. Lirik
yang jauh dewasa dan penuh makna, dan musik yang matang dan variatif membuat
album ini akan sangat pantas mengisi salah satu kado natal.
Score: 4 of 5
Komentar
Posting Komentar