CATATAN HATI: Merindumu
Dulu tuh yah gue nggak bisa merasakan rindu. Bagi gue itu
hanya bagian semu dari sebuah penantian.
Dulu tuh yah gue nggak bisa mengungkapkan rindu. Bagi gue
itu hanya sebuah kata absurd yang tidak jelas maksud dan tujuannya.
Dulu tuh yah gue nggak bisa menjamah rindu. Bagi gue itu
hanya sebuah perasaan yang berlebihan dan penuh syarat.
Sekarang semua itu sudah berubah...
Semenjak mengenal Laras. Mengenal sisi pendiamnya, memahami
jalan pikirannya, hingga meresapi setiap kata-kata yang diucapkannya. Gue merasa
jauh terdampar dalam sebuah perasaan baru yang sebelumnya belum pernah tersusun
sempurna di lubuk hati. Dahulu perasaan dalam ini tidak pernah sempat gue
nikmati hingga akhirnya semua menjauh lagi. Tapi, Laras membuatnya berbeda.
Bersama dia gue merasakan bagaimana berusaha memahami
diamnya, menemani malamnya, merasuki jauh ketulusannya, dan mewujudkan
impiannya. Dan tak lupa pula menikmati kerinduannya.
Gue nggak pernah ragu untuk menjalani hubungan jarak jauh
dengan dirinya. Makassar / Jakarta – Yogyakarta isn’t a big deal early. Saat memutuskan hubungan ini pun gue
pastikan juga, paling akan terasa sama seperti sebelumnya. Namun, yang terjadi ini
terasa jaaaauuuuuuuuhhhh lebih berat. Sungguh.
Berat yang dirasa bukanlah karena adanya kendala dari
masing-masing kami mengenai perjalanan kisah ini. Tapi, kendala itu dihasilkan
oleh jarak yang berjauhan. Memang sih jaman sekarang banyak media yang bisa
mendekatkan kita, macam menelpon dan texting
via cellphone, Facebook, twitter,
atau Skype. Namun, tanpa raga bersama
masih terasa kurang bahkan hambar. Pengobat rindu mujarab yang sudah empat
bulan ini kita lakukan ialah saling berbagi cerita via telepon di setiap malam.
Dan nggak jarang gue juga membuka foto-fotonya di laptop dan cellphone. Itulah cara terbaik untuk
menikmati kerinduan yang membuncah. Meskipun masih terasa amat kurang, gue
mencoba menikmatinya.
Gue merasakan kalau cinta ini menyenangkan sekaligus
melemahkan. Dan itulah kenikmatannya memiliki dia.
Empat hari ini, semenjak hari Senin (28/1) lalu, Laras
sedang menjalani KKL di beberapa lokasi industri perusahaan. Kondisi ini lah
yang memaksa kita nggak bisa saling bertukar cerita sebelum tidur, memaksa pula
hanya dengan kata-kata SMS bisa mengetahui kabarnya di sana. Tanpa pernah gue
bayangkan sebelum, keadaan ini membuat gue jauh ke dalam rasa rindu yang
terpendam. Dengan tulisan ini semoga bisa sedikit meredam kerinduan ini.
Di malam pertama kepergiannya aja, gue sulit tidur. Beberapa
kali ada niatan untuk nelpon dia, tapi berkali-kali juga gue urungkan niat itu.
Sampai pukul 2.30 WITA pun, meski mata ini sudah dipejamkan lebih dari sejam
gue masih tetap terjaga. Hingga akhirnya gue tertidur ketika sudah lelah
menghadapi pergolakkan batin untuk menekan tombol call pada nomor teleponnya, demi sekedar mendengar suaranya.
Keesokan sorenya, ketika gue meniatkan diri untuk tidur sore
sehabis pulang dari kampus akhirnya gue bisa bertemu dengan dirinya. Meski
hanya dalam mimpi. Mimpi itu pun hadir layaknya sebuah urutan waktu. Ketika
sesaat terbangun dari mimpi indah dengan dirinya, gue bisa kembali menemuinya
di alam mimpi di saat gue kembali tertidur. Begitu seterusnya, dengan
menghasilkan sebuah kebersamaan yang memang sangat diharapkan kini. Bunga tidur
yang hadir pun seakan menjawab sedalam apa yang gue rasa, di samping itu juga
memberikan jawaban yang manis atas kerinduaan yang memuncak.
Ingin rasanya berada di sebuah bukit tinggi, lalu
meneriakkan “Laras, Aku merindumu!” Sekedar untuk menguapkan semua perasaan
yang tersimpan dalam. Yang entah bagaimana bisa diungkapkan.
Inilah catatan hati tentang kerinduan. Menjelang akhir
Januari perasaan sumringah mendadak hadir menyambut Februari. Bulan yang akan
sangat epik dengan kebersamaan dengannya insyallah.
Aku sungguh merindumu...
Komentar
Posting Komentar