Gue Bangga Disebut Buaya


Tiap dengar kata “buaya” bisa dipastikan setiap orang langsung merujuk kepada salah satu jenis reptile buas yang mampu hidup di dua alam. Bagi para pejuang cinta “buaya” itu identik dengan frasa “lelaki buaya darat”, yang konon artinya seorang lelaki yang punya banyak pasangan atau bahasa kerennya playboy. Lalu pertanyaan muncul, kenapa hanya lelaki? Toh buaya kan juga ada yang betina. Kenapa nggak ada istilah “wanita buaya darat”? Yah, manusia yang punya istilah pasti sulit untuk menjawab, apalagi para buaya yang diistilahkan.

Faktanya buaya tuh sama sekali tidak seperti “buaya darat” yang doyan mengoleksi betina-betina. Menurut hasil penelitian, buaya ialah tipe binatang monogami, yang hanya kawin (Inget! Buaya nggak ada yang jadi penghulu jadi mereka nggak nikah) dengan satu betina hingga salah satu dari mereka meninggal. Selanjutnya, mereka pun, jantan atau betina, tetap menjaga kesetiaannya dengan tidak kawin dengan buaya lain. Sifat buaya yang hidup menyendiri juga mendukung sifat setianya itu. Mereka tidak suka hidup berkelompok. Buaya jantan selalu melakukan yang terbaik bagi betinanya. Mereka membuat sarang, berupa lubang besar, di sisi sungai sebagai tempat bermukim bersama sang betina. Buaya jantan juga menjadi pengintai yang ganas demi menjaga telur-telur mereka. Tuh kan, kurang setia apa mereka?

Dalam mitos Betawi, buaya putih merupakan salah satu binatang suci yang hidup di sungai. Saking sucinya, masyarakat Betawi dahulu sangat menjaga kelestarian sungai / kali demi buaya putih itu. Mitos buaya putih itu konon yang menjadi asal muasal hadirnya roti buaya dalam tradisi pernikahan Betawi.  Roti buaya melambangkan kesetiaan, seperti halnya buaya yang hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Dua roti buaya dipersiapkan; jantan, dengan ukuran lebih besar, dan betina. Dengan kehadiran roti buaya, diharapkan kedua mempelai bisa terus hidup bersama sehidup semati, layaknya sepasang buaya. Melalui simbol buaya terhantur doa mulia.

Frasa “buaya darat”, mungkin hadir dari cara hidup buaya yang berpindah-pindah dari air ke daratan, dan sebaliknya. Ketidaksetiaan pada ekosistemnya inilah yang membuat orang merasa buaya merupakan binatang yang cocok untuk mendeskripsikan sifat lelaki yang hatinya tidak betah nyantol hanya di satu hati. Dengan menghiraukan cara hidupnya yang nomaden, seharusnya jangan jadikan lagi buaya sebagai sosok yang disalahkan atas ketidaksetiaan manusia. Gue sebagai manusia pun ngilu dengarnya. Seandainya mereka tahu telah diperlakukan secara tidak pantas oleh manusia Indonesia, mungkin mereka udah protes sana-sini, hehe.

Berjuta tahun buaya telah hidup, dan mereka tetap menjaga prinsip hidupnya, “satu kehidupan satu pasangan”.

Dan gue bangga kalo disebut BUAYA! :)



Komentar

Postingan Populer