Bepe, Indonesia Gagal Memilikimu!
Ciao, timnas! (Goal.com) |
Mendengar penyataan pengunduran diri Bambang Pamungkas dari
tim nasional, sebenarnya bukanlah hal yang mengejutkan karena didasari dua
faktor. Pertama, faktor usia. Ya, Bepe di pertengahan tahun ini akan menginjak
usia 33 tahun, yang bagi sebagian besar pesepakbola professional adalah usia anti-klimaks
untuk mengakhiri masa bakti di dunia kulit bundar. Dan kedua, permasalahan di
tubuh induk organisasi, PSSI. Berkali-kali Bepe menyuarakan aspirasi mengenai
permasalahan di induk organisasi sepakbola nasional. Sejak era Nurdin
Halid ia tidak ragu untuk mengungkapkan
hal itu di depan media, dan ketika PSSI pecah kongsi Bepe aktif di APPI untuk
menyuarakan hak pemain mengenai pemenuhan gaji, bahkan ia rela melakukan lobi kepada
stakeholders sepakbola maupun
pemerintah untuk menyelesaikan persoalan gaji pemain-pemain di ISL dan IPL,
yang ironisnya ia juga diperlakukan dengan tidak hormat oleh klub seumur
hidupnya, Persija Jakarta, yang menunggak gajinya di musim 2012.
Dalam surat pengunduran dirinya tersebut, Bepe juga
mengungkapkan bahwa ia adalah generasi yang gagal bagi tim nasional Indonesia.
Kegagalannya memberikan gelar mayor bagi Garuda adalah penyebabnya. Prestasi
terbaik Bepe hanyalah menjadi runner-up AFF
Cup sebanyak empat kali. Sebenarnya pernah di tahun 2008, ia membawa timnas
menjuarai Piala Kemerdekaan namun kemenangan itu hadir setelah timnas menang WO
atas timnas Libya U-21.
Namun apabila kita melihat kiprahnya selama 13 tahun di
level klub, Bepe tidaklah gagal. Di musim perdananya di Persija, ia sukses
mengantarkan Macan Kemayoran di podium tertinggi Liga Indonesia setelah
mengalahkan PSM Makassar di final dengan skor 3-2. Ia juga menjadi satu-satunya
pemain Indonesia yang bisa meraih treble
winner sekaligus menjadi topskor di kompetisi luar negeri. Di musim 2005,
Bepe, bersama kompatriotnya Elie Aiboy, sukses mengantarkan Selangor FA meraih peringkat
pertama di Divisi Utama Liga Malaysia sekaligus meraih tiket promosi ke Liga Super
Malaysia, juara Piala FA Malaysia, dan Piala Malaysia. Di dua kompetisi pertama
ia juga sukses mengawinkan gelar pencetak gol terbanyak, serta menjadi pemain
terbaik Piala Malaysia.
Untuk ukuran pemain sepakbola prestasi Bepe memang sudah
tidak diragukan lagi. Gelar topskor Liga Indonesia (1999/2000) dan Tiger Cup (2002)
pernah digenggamnya. Selain itu, gelar pemain terbaik Liga Indonesia diraihnya
tahun 2001 dan juga pemain terbaik Copa Indonesia (2007). Bagi timnas Garuda
ialah pemegang caps dan gol terbanyak, dengan 85 caps dan 37 gol. Pada tahun
2012, ia juga dinobatkan sebagai salah satu dari 10 pemain terbaik Asia oleh
kolumnis media olahraga Internasional.
Dengan prestasi yang cukup mentereng menjadikan Bepe sebagai
ikon populer sepakbola Indonesia di dekade awal abad 21. Semua anak Indonesia
bermimpi bisa menjadi Bepe-Bepe baru di masa mendatang.
Sepakbola ialah olahraga kolektif bukan individu, sehingga
keberanian pemain yang identik dengan nomor punggung 20 itu untuk menyebut
dirinya gagal sangatlah berani. Belum ada pemain seberani Bepe di Dunia apalagi
di Indonesia. Lihat saja Ryan Giggs, yang sukses menjadi legenda di klub
sekelas Manchester United, gagal membawa negaranya, Wales, berpartisipasi di
babak final Piala Eropa dan Piala Dunia. Atau, David Beckham, ikon bisnis
sepakbola dunia ini, gagal memberikan gelar untuk tim nasional St. George
Cross, akan tetapi mereka tidak menyebut dirinya sebagai generasi gagal bagi
negaranya. Ditambah lagi, kedua pemain dunia tersebut tidak mengalami situasi
genting di ranah sepakbola sepanjang kariernya, berbeda dengan Bepe. Bepe di
puncak masa emasnya, harus pula berjuang dengan kebobrokan manajemen Liga dan
tim nasional, yang niscaya membuat pemain sehebat apapun tidak akan mampu
memberikan potensi terbaiknya bagi negara. Tim nasional yang dijadikan boneka
permainan untuk meraih laba dan ketenaran, dan Liga yang menjadi sumber
pundi-pundi kekayaan bagi orang-orang yang berkepentingan di balik layar adalah
riak-riak kegagalan itu.
Seharusnya ketika para pemain berjibaku dengan usaha dan
keringatnya di atas lapangan hijau dengan lambing Garuda di dada, para pemangku
kepentingan itu juga berjibaku dengan usaha-usaha untuk memajukan sepakbola
Nasional dengan penataan pembinaan yang berjenjang dari segala tingkatan usia,
agar kelak menghasilkan tim nasional yang berkarakter dan matang secara taktik
dan kebersamaan. Bukannya hanya duduk manis di tribun Very Very Important Person Stadion GBK dan melakukan lobi-lobi
tersembunyi, dan ujung-ujungnya mencari cara instan untuk menaturalisasi
pemain-pemain asing, yang “katanya” berdarah Indonesia dan memiliki skill yang tidak lebih baik dari
bakat-bakat asli Tanah Air.
Bepe sesungguhnya bukanlah generasi gagal, namun Bangsa
inilah yang gagal memiliki pemain sekelas Bepe.
Resmi sejak 1 April 2013, timnas Indonesia akan merindukan
lompatan-lompatan khas Bepe 20 untuk merobek jala lawan dengan sundulannya, dan
timnas juga akan kehilangan sosok pemimpin sejati, yang dihormati kolega dan
pelatih dan dipanuti oleh para pemain muda.
Sekali lagi.
Bambang Pamungkas, Anda tidak gagal, namun Indonesia lah
yang gagal memiliki Anda!
Komentar
Posting Komentar