Kontroversi Pernikahan Sesama Jenis

Aksi protes UU Pernikahan Sesama Jenis di Paris (cnn.com)

Pada awal pekan ini Prancis dikejutkan atas tindakan salah satu sejarawan dan penulis terkemuka di negeri itu, Dominique Venner, yang mengakhiri hidup dengan menembakkan diri di hadapan 1,200 pengunjung Katedral Notre-Dame di Paris. Keputusan mengakhiri hidup dengan tragis tersebut merupakan puncak dari aksi protes Venner terhadap disahkannya Undang-undang Pernikahan Sesama Jenis oleh Presiden Francois Hollande, Kamis (23/5) lalu.

Namun kematian Venner tidak memengaruhi apapun. Selain itu, ribuan demonstrasi dari kubu pro dan kontra atas Undang-undang tersebut sudah memenuhi jalanan di kota-kota Prancis, bahkan di Paris bentrokan antar kedua kubu pun tak terhindarkan, bahkan kekacauan yang terjadi nyaris menyerupai atas apa yang terjadi di Prancis sebelum lahirnya era Renaissans. Di tulisan terakhirnya, Venner mengatakan bahwa legalisasi Penikahan Sesama Jenis ini dapat memicu timbulnya “Musim Semi Prancis” layaknya apa yang terjadi di Timur Tengah dalam dua tahun terakhir. Penolakan kubu kontra dan Venner diamini oleh tokoh-tokoh agama di Prancis, diantaranya pimpinan agama Kristen, Islam, dan Yahudi. Di sisi lain, kaum muda, cendekiawan, dan wanita ialah pendukung utama Undang-undang baru tersebut.

Di tengah masih besarnya kontroversi di Negeri Menara Eiffel, sepasang gay asal kota Montpellier, Bruno Boileau dan Vincent Autin menjadi pasangan sesama jenis pertama yang melaksanakan pernikahan secara sah di Prancis. Hal ini menjadikan Prancis sebagai negara kesembilan di Eropa dan keempat belas di dunia yang melegalkan pernikahan sesama jenis, sejak hukum ini pertama kali dicetuskan oleh Belanda pada 2001.
Sebenarnya pembicaraan mengenai pernikahan sesama jenis ini pertama kali didengungkan oleh anggota komisi Yudikatif di negara bagian Hawaii, Amerika Serikat 20 tahun silam. Tahun ini, Barrack Obama menjadi presiden AS pertama yang mendukung kesetaraan pernikahan bagi kaum homoseksual. Di AS, total sudah ada 12 negara bagian dan District of Columbia yang mengeluarkan legalisasi pernikahan sesama jenis, sedangkan di banyak negara bagian lainnya, termasuk California, dengan tegas menolak pernikahan sesama jenis di negeri Paman Sam.

Kontroversi pernikahan sesama jenis, tidak akan berhenti sampai di sini. Masih banyak negara yang tengah membahas dan menggodok adanya Undang-undang mengenai hal ini. Setelah Selandia Baru meresmikan hukum ini awal April lalu, kini Australia juga menyimpan kemungkinan mengikuti tetangga Oceania nya untuk memberikan kebebasan menikah bagi kaun homoseksual. Dalam survey terbaru yang dilakukan kelompok Kesetaraan Pernikahan Australia, menunjukkan 64% warga Australia menyetujui legalisasi pernikahan bagi sesama jenis. Di Inggris dan Brazil, Undang-undang ini baru sebatas usulan di tingkat badan legislatif.
Paris yang membara (cnn.com)

Benua Asia merupakan satu-satunya benua yang belum ada satu pun negara yang mengesahkan pernikahan sesama jenis. Akan tetapi, dalam waktu dekat predikat tersebut memiliki kecenderungan untuk hilang karena Vietnam, Taiwan, dan Nepal telah menunjukkan persetujuannya terhadap legalitas bagi kaum homoseksual untuk menikah secara sah dan diakui negara.  Sesungguhnya, Mahkamah Agung Nepal telah menyetujui undang-undang mengenai legalisasi pernikahan gay pada 2008, namun karena ada pembahasan konstitusi baru sehingga undang-undang tersebut terlupakan sampai saat ini. Sedangkan di Taiwan telah ada pembicaraan mengenai Undang-undang ini sejak 2003, dan di negara daratan Cina ini terdapat pula parade tahunan pernikahan gay pertama dan terbesar di Asia.

Bila jauh menelisik sejarah peradaban manusia, kaum homoseksual bukanlah hal baru. Kaum Sodom di zaman Nabi Luth merupakan kaum penyuka sesama jenis pertama di muka bumi. Kaum yang mendiami daerah sekitar Laut Mati ini menganggap bahwa keputusan mereka menjadi homoseksual merupakan hak asasi mereka, dan Nabi Luth yang menyerukan perubahan gaya hidup diibaratkan sebagai pengancam keberadaan mereka. Alhasil, ketidaksanggupan Nabi Luth memperbaiki moral Kaum Sodom mengakibatkan dimusnahkannya kaum ini oleh Allah swt.

Berbagai agama jelas menolak adanya pernikahan sesama jenis. Pemimpin Besar umat Katolik dunia, Paus Fransiskus I secara terang-terangan menganggap pernikahan sesama jenis sebagai tindakan terlarang. Dalam agama Islam, larangan ini secara tegas terdapat di Surat Yaasin ayat 36.

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (QS Yaasin: 36)

Dan ditekankan pula pada Surat Adz-Zaariyat ayat 49, yang artinya sebaga berikut;

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.”  

Bagi kelompok yang mendukung adanya kesamaan kesempatan dalam pernikahan, umumnya didasari oleh kesetaraan hak asasi sebagai manusia. Mereka menganggap setiap insan di muka bumi berhak mencintai dan dicintai tanpa memperdulikan jenis kelaminnya. Kini, hak asasi telah menjadi kedok atas segala ketidaknormalan moral manusia.

Ya, legalisasi pernikahan sesama jenis merupakan salah satu bentuk benturan sisi religius dan moralitas manusia yang takkan mampu ditemukan titik tengahnya. Sehingga, sampai kapan pun hal ini akan terus menuai kontroversi atas segala klaim yang mendukung maupun yang menolaknya. Kontroversi sangatlah dibutuhkan karena bila hukum seperti ini tidak lagi mengundang kontroversi maka apa yang terjadi oleh kaum Sodom di ratusan ribu tahun lalu kemungkinan akan kembali terulang.




Komentar

Postingan Populer