Pesan Salam Ramadhan
Puasa Ramadhan.
Bisa dibilang ini ritual. Bisa juga dibilang bonus dari
Allah. Bisa dibilang juga satu ajang untuk memacu perbaikan diri.
Ramadhan tahun ini seakan memiliki kesan sendiri. Memang
Ramadhan pasti memberikan momen-momen terbaiknya. Misalnya, Alhamdulillah gue
bisa ke Amerika pas bulan puasa. See!? (*agak congkak :D) Seandainya bukan di
bulan Ramadhan, gue nggak tahu deh apa visa J-1 itu akan turun tepat waktu. Itulah
keajaiban Ramadhan tahun lalu. Di tengah adzan Maghrib berkumandang, di saat
tegukan pertama air mineral mengisi relung tenggorokan, Pak Wagito membawa Visa
dan DS-2019 untuk gue. Ramadhan’s Magic.
Kesan Ramadhan tahun ini berbeda karena gue akan bertahan di
Makassar, mungkin hingga H-7. So, selama di Makassar ini gue akan mengurus
seluruh kebutuhan Ramadhan sendiri. Mulai dari santapan buat buka hingga sahur.
Sementera gue harus merelakan tidak
menyantap masakan Enyak (baca: Ibu) sendiri saat berbuka puasa dan sahur, serta
tidak mendengar ocehan Enyak saat membangunkan gue untuk sahur. Mungkin
hikmahnya, Enyak ane nggak mesti ribet bersusah payah bangunin ane, atau dengan
kata lain agak sedikit berkurang bebannya di Ramadhan ini, he-he-he.
Sebenarnya puasa di bulan Ramadhan, sama atau bahkan lebih
mudah dibanding berpuasa di 11 bulan lainnya. Sama, karena cuaca yang nyaris
sama dan durasi syaum yang serupa
juga. Lebih mudah, karena mayoritas orang juga berpuasa selama sebulan penuh,
tidak seperti di hari-hari biasa saat kita berpuasa, eh bisa lihat orang lain
makan dan minum kapan saja.
Namun, masalah dan kendala terberat yang gue harus hadapi
di puasa ‘sendiri’ ini ialah BANGUN SAHUR. Sekali lagi, BANGUN SAHUR! Dan
terbukti, di hari puasa pertama hari ini (10/7) gue terlelap dengan santainya
saat orang-orang pada sahur. Bahkan satu alarm dan satu SMS-nya “Udah bangun
belum yang?”, terasa belum cukup untuk membangunkan tidur gue. Hoooaaaammm.
Padahal gue udah pasang strategi semalam. Nyalakan iPod. Biasanya ini ampuh untuk ‘mengganggu’
tidur gue. Tetapi, semalam berkata lain. Gelap malam seakan menahan mata untuk
terbuka hingga pagi menjelang dan gue masih terjaga. Tanpa perlu disesali,
sebab di puasa-puasa Sunnah biasanya juga nggak Sahur. Jadi, inilah puasa
pertama Ramadhan sendiri di Makassar dan itu dijalani tanpa Sahur. Horeee!
*prook prok proook*
Ramadhan biasa juga membawa beberapa perubahan prilaku. Salah
satunya dalam hal mendengarkan musik. Di Tipi kita bisa dengar seliweran
lagu-lagu Islami (biasanya Opic) dipake jadi theme song beberapa stasiun Tipi selama bulan Ramadhan. Gue juga
ikut-ikutan tertular. Buat merubah playlist
iTunes dan AIMP2, gue rela men-download
lagu-lagu Islami. Niatnya sih untuk menambah ketakwaan dan kekhusyuan berpuasa,
*halah. Tapi, alih-alih menjadi lebih Islami dalam mendengarkan musik, malah lagu-lagu
Blink-182 yang menggema di rumah. Terasa lagu-lagu itu sudah lama tidak
diputar.
Yap Blink-182, satu band yang menginspirasi hari-hari SMP
dan SMA gue. Lagu-lagu konyol dan terkesan nyolot mereka seakan senafas dengan
gue yang selalu ngocol. Lagu-lagu mereka macam “Adam’s Song”, “First Date”, “Stay
Together For The Kids”, “I Miss You”, “Not Now”, dan “All The Small Things”,
menjadi songlist gue ketika memetik
jemari dan meneriakkan microphone bersama kawan-kawan The Adventure Kids (TAK). Masih ingat jelas gigs pertama kami, di sebuah basement
Mall di Tangerang. Penampilan perdana di sebuah festival di lapangan luas yang
berujung kerusuhan tepat setelah kami selesai memainkan lagu kedua, “Stay Together For The Kids”. Menciptakan sebuah lagu, “Satu
Alasan”, ketika tengah berdendang sendiri di atas motor sepulang sekolah. Lalu,
lagu itu juga yang menutup kebersamaan kita sebagai sekawan band. Setelahnya
kami fokus untuk UN dan mengejar mimpi masing-masing di Universitas.
Sontak, gue teringat ketika itu musik menjadi nafas utama
hidup gue. Saat gue masih sendiri (bahasa kerennya JOMBLO), pacar atau
pendamping hidup gue hanyalah sebuah gitar bermerk Mikasa, yang dibeli di Pasar
Ikan Jakarta Utara, bersama Ayah dan Bang Rustam. Saat gitar itu sudah meminta “pensiun”
setelah lulus mengajari gue bermain gitar. Dengan uang tabungan dan hasil kerja
survey di tengah masa libur sekolah dulu, gue beli gitar Yamaha di Taman
Puring. Sebuah gitar kece, yang membuat gue PeDe membawanya kemana-mana. Gitar
itu pula lah yang menemani gue menghasilkan nada-nada ritme untuk melengkapi
untaian lirik demi lirik yang gue sajikan. Sebenarnya selain “Satu Alasan”, ada
dua lagu berbahasa Inggris yakni “Stay With Me” dan “Make Us Understand” yang
berhasil gue ciptakan, tapi karena kemepetan waktu hanya “Satu Alasan” dan “Stay
With Me” yang pernah digodok sama kawan-kawan TAK, dan “Satu Alasan” yang
dipilih sebagai lagu terakhir kami.
Lirik "Satu Alasan". |
Itulah masa yang telah berlalu. Meskipun gue akui, gue
masih terlalu amatir di dunia itu. Tapi kenekatan-kenekatan gue berhasil
membuat gue belajar banyak hal. Bertemu teman-teman luar biasa, yang
benar-benar menggantungkan masa depannya pada lagu dan nada-nada. Gue memilih
berhenti dan tidak melanjutkan bermimpi menjadi musisi karena nasihat Enyak.
Beliau mengaggap masa depan gue yah melalui tulisan-tulisan bukan dari
nada-nada. Dan ‘Mom always knows’ membawa keberkahan dan kesyukuran bagi gue
hingga saat ini.
Lagu “I’m Lost Without You” terdengar saat ini.
Aku tahu aku tidak sempurna. Masa laluku pasti tidaklah
terbayang olehmu. Tapi inilah aku. Semoga kau mengerti perbedaan ini. Dan aku
mohon jangan mencoba untuk kabur dari masa-masa bersamaku dengan cara berlari
ke arah masa lalumu. Toh, denganmu aku telah melepas seluruh masa laluku. Buruk
maupun yang indah, aku lepaskan semua hanya demi kamu. Semoga kau mengerti dan
tidak meragu lagi...
Pesan Salam Ramadhan ini akan ditutup dengan rencana gue
untuk menjadi Pemuda Pemburu Ta’jil (PPT) di masjid-masjid yang udah menjadi “incaran”
gue, he-he-he. Masjid-masjid itu semoga saja menambah warna dalam Ramadhan
tahun ini. Amin...
Marhaban ya Ramadhan.
Aku mencintai hidupku, alamku, nikmatku karena-Mu ya Rabb...
Komentar
Posting Komentar