Kisah Berkah Ramadhan
Meninggalkan sesuatu yang dinanti
sepanjang tahun, tidaklah mudah. Bersitan kesia-siaan memanfaatkan waktu yang
ada, juga menambah panjang kesulitan itu. Hari ini bulan Ramadhan akan pergi
dari kebersamaan waktu. Meninggalkan sejenak, lalu menumbuhkan lagi harapan
untuk menemuinya di tahun selanjutnya. Sulit pastinya. Sesulit melihat Laras di
stasiun Lempuyangan Maret lalu. Dua hal yang dipisahkan sementara
kebersamaannya oleh waktu.
Ramadhan ini menyimpan banyak berkah. Meskipun tanpa kebersamaan keluarga tercinta di Tangerang, warna tetap menghiasi bulan keberkahan tahun ini.
Menikmati puasa sendirian,
menimbulkan kenikmatan tersendiri. Merasakan harus bisa mengatur waktu dan
tidur agar bisa bangun sahur tepat waktu. Merasakan memutar otak untuk sekedar
memilih santapan berbuka dan sahur. Merasakan bagaimana indahnya berbuka
bersama dengan takjil di Masjid. Merasakan pula momen mudik ke Sinjai yang
mungkin tiga-lima tahun ke depan baru bisa dirasakan lagi.
Puasa sendiri memang akan melatih
kita untuk mengenal diri. Setelah kebablasan bangun di hari perdana puasa, gue
banyak belajar. Sebagai alternatifnya, kadang setelah tarawih langsung tidur
dan terbangun di tengah malam dan tetap terjaga hingga Subuh. Kalo beruntung,
bisa juga tidur di jam normal (11-12 malam) dan terbangun di waktu sahur
menjelang. Bila melihat menu sahur selama 22 hari puasa, bisa dikatakan lumayan
membosankan juga. Namun, saat menjalaninya tidak merasakan sedikitpun rasa
bosan itu. Senang bahkan, karena nggak kelewatan sahur. Nasi, Mie/Sayur,
ikan/telur + susu/energen adalah kolaborasi menu sahur gue selama bulan
Ramadhan di tahun 2013 ini.
Momen ternikmat dalam setiap
menjalani puasa, sudah pasti adalah ketika mendengar adzan Maghrib sebagai
penanda waktu berbuka puasa tiba. Disaat tengah malas keluar gue cukup berbuka
dengan teh dan biscuit, lalu saat jiwa bertualang hadir datang ke masjid demi
takjil adalah cara lainnya menikmati kenikmatan itu. Menjelang buka puasa, gue
biasa bersepeda keliling sembari memantau suasana orang-orang menanti buka
puasa. Berbagai macam makanan dibeli sebagai santapan berbuka, mulai dari es
buah, hingga kue-kue. Melihat itu, selalu terbersit rindu akut dengan Enyak
tercinta di rumah. Pasti di belahan bumi lain yang berbeda pulau dan zona waktu,
beliau tengah menjajakan santapan berbuka yang tidak pernah tidak diserbu oleh
orang-orang yang sedang berburu takjil buka puasa. Sebagai mahasiswa yang
selalu membutuhkan solusi alternatif atas segala hal membuat gue selalu mencari
cara lain untuk menyantap es buah dan berbagai macam kue yang gue lihat di
pinggir jalan setiap bersepeda sore. Alhasil, Masjid lah solusinya. Di Masjid
setiap waktu berbuka puasa selalu menyajikan takjil bagi para jamaah, dan
selama Ramadhan ini gue sering menjadi salah satu dari jamaah itu. Menyantap es
buah dan kue-kue secara cuma-cuma di kala buka adalah berkah Ramadhan lain
tahun ini.
Mudik. Pulang. Kembali. Merupakan
satu fenomena lain bagi setiap umat muslim di Indonesia. Bagi umat muslim di
negara lain hal ini tidaklah jamak dilakukan, hanya Malaysia yang sedikit mampu
menyerupai tradisi mudik massif seperti di Indonesia. Di Cina ketika Hari Raya
Imlek menjelang, kita bisa pula menyaksikan tradisi mudik massal seperti yang
terjadi di Indonesia kala menyambut hari raya Idul Fitri. Bahkan di Negeri
Tirai Bambu, tidak cuma warga yang bermukim di wilayah Cina lainnya yang mudik,
warga yang tinggal di negara-negara semenanjung lain, seperti Korea Utara,
Korea Selatan, dan Jepang, juga dapat dipastikan akan kembali ke tanah
leluhurnya demi Imlek. Ya, esensi mulia mudik sebagai media silaturahmi antar
anggota keluarga membuat momen ini akan sangat sayang untuk dilewatkan pada
setiap hari raya tiba.
Lebaran kali ini akan gue
habiskan di Sinjai. Sebuah kabupaten di sebelah timur Makassar, yang berjarak 5
jam perjalanan. Di sini lah tempat dimana satu sisi kehidupan gue berasal.
Sebagai asal dari Ayah, Sinjai dipenuhi berbagai sanak keluarga beliau. Orang
tua dan adik-adik Ayah semua menetap nyaman di sini. Keputusan gue untuk kuliah
di Makassar empat tahun lalu juga didasari atas keinginan untuk bisa menikmati
waktu bersama mereka. Sinjai selalu menyimpan cerita, sebuah cerita tentang
kerasnya perjuangan untuk mencapai mimpi-mimpi.
Satu-satunya kelemahan gue selama
kuliah di pulau Sulawesi adalah ketidakmampuan gue berbahasa layaknya
orang-orang di sini. Gue masih dengan dialek Betawi yang dianggap teman-teman
sebagai ciri khas gue, dan dialek ini pula lah yang sampai sekarang orang-orang
kerap menganggap gue sebagai seorang turis ketika berjalan-jalan di Makassar
dan beberapa wilayah lain. Tidak segan orang memberi tahu gue jalan ketika
tengah berada di pete-pete (angkot).
Meskipun gue udah tahu bahkan apal semua jalan-jalan itu, tetap aja gue
merespon untuk mengapresiasi kebaikan mereka. I tell you, Makassar dan Sulawesi Selatan tidaklah mengerikan
seperti yang terlihat di layar tabung TV. Orang-orang di sini sangatlah
menghargai orang lain dan bahkan tidak segan untuk membantu, meskipun kalian
masih asing bagi mereka. Menyediakan makanan adalah salah satu adat paling
mulia orang Bugis dan Makassar. Apabila mereka mempersilahkan kita makan sampe
dua kali atau lebih itu tandanya kita harus menyegerakan makan. Ketika makan
mereka pun tidak segan mempersilahkan kita untuk menambah porsi, bahkan kalau
mereka melihat kita ragu-ragu dan enggan, tanpa menunggu aba-aba sang tuan
rumah akan mendekatkan nyaris seluruh santapan di atas meja kepada kita. Bagi
gue, itu luar biasa.
Satu hal lagi, bila kalian
melihat orang Makassar yang bertempramen keras itu juga disebabkan oleh makanan
yang mereka santap. Coba saja kalian makan coto, konro, dan pallu basa yang
semuanya didominasi daging sapi, yang sudah menjadi jaminan atas hadirnya darah
tinggi. Semua karena makanan dan makanan.
Selama menjalani satu minggu
terakhir di bulan Ramadhan ini gue menemukan sebuah jiwa baru dari salah satu
sepupu gue, Sumaryadi. Adi yang gue tahu adalah perokok yang cukup aktif. Dia
juga bercerita bahwa di tahun-tahun lalu dia sempat menjadi pemasok bir untuk
orang-orang pulau, sempat juga minum minuman keras, bahkan pernah pula ia
menjadi kaki tangan bandar togel kakap yang ada di sini. Saking kakapnya,
bandar itu tetap menjalankan aksi togelnya dari dalam penjara. Saat tadi pagi
ada kecelakaan motor di depan rumah, Adi pun menceritakan bagaimana plat nomor
kendaraan yang celaka itu bisa menjadi nomor ampuh bagi penyandu jenis judi
satu ini. Masa-masa kelam itu telah ia tinggalkan tahun ini setelah menjadi
salah satu staff di MTs yang dikepalai oleh Om Rudi. Rokok pun telah ia
singkirkan setelah menyadari bahwa rokok selalu menyebabkannya pusing. Kini,
dia pun tidak segan mengajak gue untuk shalat di Masjid dan membaca Al Qur’an
pasca menjalankan shalat. Sungguh, inilah berkah Ramadhan lainnya.
Inilah kisah berkah Ramadhan tahun ini. Banyak hal yang gue alami yang semuanya merupakan keberkahan dan
kenikmatan yang diberikan oleh Allah. Doaku hari ini ialah semoga amalan di
Ramadhan ini diridhoi Allah swt, serta semoga dipertemukan kembali pada Ramadhan
1435 H nanti agar bisa menjalani puasa dan lebaran bersama Ayah-Ibu dan
adik-adik, serta seluruh keluarga di Tangerang dan Jakarta, dan bisa pula menjalani
seluruh aktifitas puasa Ramadhan bersamamu. Insyallah.
Going in the edge of Ramadan is like in the last day before leaving my
love for a Long Distance Relationship. It hurts!
Komentar
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
Posting Komentar