Review Film SOURCE CODE: Memanfaatkan Pengabdian Seorang Prajurit
"Source Code" Theatrical poster (source-code.movie-trailer.com) |
Apa rasanya ketika pengabdianmu
terhadap negara membuatmu dimanfaatkan untuk sebuah eksperimen ilmiah? Tanpa
bisa diingkari itu, rasa frustasi, bingung, dan lelah berkecamuk dalam diri
atas semua yang terjadi. Begitulah pergolakan batin yang dialami Kapten Colter
Stevens (Jake Gyllenhaal) dalam film arahan sutradara Duncan Jones berjudul Source Code.
Film keluaran April 2011 tersebut
mengisahkan tugas baru seorang pilot helikopter pasukan Amerika Serikat di
Afghanistan bernama Kapten Colter Stevens. Sesungguhnya, Stevens telah gugur di
medan perang, namun tanpa sepengetahuan keluarga dan anggota unitnya sebagian
fungsi otak Stevens masih berfungsi dan keadaan itu membuat sebuah satuan
khusus Angkatan Udara AS, Nellis Air Force, memanfaatkan potensi tersisa Stevens
untuk sebuah misi tersembunyi yang disebut ‘source code’. Misi ini dinamakan
layaknya metafora dari sebuah kode pemrograman komputer karena dimaksudkan
untuk me-reset ulang seorang prajurit
yang gugur dalam perang, dan membawanya lagi dalam sebuah misi pengabdian lain
yang bertujuan menghindari AS dari serangan terorisme.
Pasca dua bulan upacara
kematiannya dan diterimanya penobatan bintang perak oleh sang Ayah, Kapten
Colter Stevens hadir di sebuah kereta api dengan sebuah identitas baru sebagai
seorang guru sejarah bernama Sean Fentress. Kehadirannya dalam kereta itu bukan
tanpa sebab, ia diharuskan mencari bom, serta teroris yang kelak akan mengancam
kota Chicago dengan reaktor nuklir rakitan. Namun, Stevens/Sean hanya memiliki
waktu delapan menit untuk menuntaskan misinya; mencari aktor di balik
pengeboman kereta tersebut. Usaha pertamanya gagal dan kereta meledak. Ia masih
belum mengerti apa yang mesti ia lakukan dan masih bertanya-tanya tentang
identitas barunya itu. Setelah kereta meledak, saat itu pula ia tersadar dalam
sebuah kapsul yang ternyata merupakan sebuah efek halusinasi dari alam
pikirannya. Dalam kapsul itu perlahan ia memahami keberadaannya berulang-ulang
dalam misi di dalam kereta tersebut setelah mendapat arahan dari Kapten Colleen
Goodwin (Vera Farmiga).
Setelah mendapat penjelasan
Kapten Goodwin dan Dr. Rutledge, sebagai pencetus misi ‘source code’, Stevens/Sean
menyadari bahwa ia sesungguhnya telah meninggal dunia dan yang hadir kini
hanyalah ingatan-ingatan tersisa dari sisa jasadnya yang tersimpan di markas
Nellis Air Force, tempat misi rahasia tersebut dioperasikan. Total, nyaris 10
kali Stevens kembali ke dalam kereta setelah berkali-kali gagal menemukan
teroris yang ia cari. Dari percobaannya itu pula, terjadi berbagai macam plot
berbeda yang membuatnya merasakan sesuatu istimewa dengan Christina Warren
(Michelle Monaghan) yang merupakan teman seperjalanan Sean di kereta itu. Berulang
kali upaya dan kegagalan yang ia temui, pada akhirnya membawa Stevens/Sean pada
akhir yang manis. Ia bukan hanya berhasil menangkap pelaku pemboman tetapi juga
berhasil menggagalkan usaha pelaku meledakkan kereta yang ditumpanginya bersama
ratusan penumpang lain. Bahkan, Stevens memulai kehidupan lain sebagai Sean dengan
menjadi pribadi yang benar-benar baru bersama Christina.
Menarik menyaksikan pergolakan
batin yang dialami Stevens selama berada di dalam kapsul sebelum dan sesudah
melaksanakan misi. Mengetahui dirinya telah tiada, ia hanya berharap Goodwin
dan Rutledge mengabulkan permintaannya untuk menghubungi sang Ayah untuk sekedar
mengucapkan maaf karena pertengkaran yang terjadi di hari terakhir pertemuan
mereka. Tetapi, Rutledge sebagai pimpinan dalam misi tersebut enggan mewujudkan
keinginannya itu. Yang diinginkan Rutledge hanyalah penuntasan misi yang harus
sesegera mungkin diselesaikan oleh Stevens demi menyelamatkan Chicago dari
serangan massif terorisme. Rutledge menganggap inilah sebagai bentuk lain pengabdian
seorang prajurit terhadap negaranya dibandingkan mati sia-sia di medan perang.
Pernyataan itu langsung dibantah Stevens. Baginya gugur dalam menjalankan misi
negara merupakan bentuk akhir dari sebuah pengabdian prajurit militer.
Stevens sadar bahwa ia merupakan
obyek eksperimen perdana dalam misi rahasia tersebut. Berlanjut atau tidaknya
‘source code’ sangat bergantung pada keberhasilannya menyelesaikan misi itu. Hal
itu, membuat Stevens meminta untuk Goodwin dan Rutledge mematikan dirinya setelah
misi perdana tersebut usai karena Stevens memegang teguh prinsip bahwa hanya
kematian lah pengabdian paling mulia dari seorang prajurit.
Secara nyata, film produksi
Summit Entertainment ini menggambarkan bagaimana sebuah operasi khusus yang
ditujukan untuk menyelamatkan banyak nyawa manusia harus menumbalkan seseorang
yang dianggap cukup kompeten untuk misi tersebut. Alasan pengabdian dan
kecintaan kepada Tanah Air merupakan senjata utama bagi para pemegang kuasa
untuk mengeksploitasi duta bangsa dalam operasi ‘penyelamatan’ tersebut.
Inilah refleksi konkrit dari apa
yang terjadi di dunia kini. Ketika ribuan prajurit dikirim oleh negara ke medan
perang dengan embel-embel pengabdian, tanpa disadari itu merupakan operasi dan
misi yang hanya diperuntukkan untuk kepentingan kelompok penguasa semata. Demi
keuntungan tersebut, mereka tidak lagi memedulikan sisi kemanusiannya sebagai
makhluk sosial yang saling membutuhkan. Mereka tidak dan enggan menyadari bahwa
ribuan prajurit yang kelak menjadi korban perang memiliki keluarga yang secara
tak langsung akan merasakan penderitaan juga. Bila mereka gugur atau wafat,
gelar pahlawan tidaklah cukup untuk menghapus sedih dan menghadirkan kembali
mereka ke tengah-tengah orang yang disayangi dan menyayanginya.
Source Code mengajak kita untuk kembali menyadari bahwa kehidupan
adalah hal yang harus kita hargai satu sama lain. Janganlah mengorbankan milik
orang lain demi kepentingan apapun.
Komentar
Posting Komentar