CATATAN HATI: Waktu Telah Tiba, Selamat Tinggal
Akhirnya waktu yang
ditentukan tiba. Waktu yang dulu sempat kita tentukan bersama. Untuk
menyimpan mimpi. Untuk menyimpan harap bersama.
Aku tidak tahu, apakah
kamu masih mengingat waktu itu? Atau kamu melupakannya seiring kita
yang hanya kenangan lalu. Mungkin hanya aku yang masih menyimpan
keinginan atau harapan atau mimpi itu. Toh, kamu pasti sudah
menikmati rasa baru di sana.
Aku pernah mengecewakan
dan bersamamu aku merasa dikecewakan. Aku bangkit. Jauh bangkit dari
perasaan kecewa dulu. Mungkin kamu tidak tahu itu, mungkin juga tidak
mau tahu itu.
Sesungguhnya, aku hanya
ingin bertanya apa kabarmu di sana? Semoga selalu ceria dengan
mimpi-mimpi itu. Semoga tak ada air mata yang membasahi mata indahmu.
Sebab, aku sudah tidak tahan melihat tangismu. Sebab, ya kamu tahu,
aku tidak bisa lagi menyeka butiran-butiran cairan hangat itu, lalu
memelukmu untuk melerai duka.
Kadang aku berpikir untuk
menemuimu. Ingin aku bertanya pula, apa kamu masih ingat waktu itu?
Dulu, ketika kita sudah berpisah, tak sadar aku mengirimkan kata
sayang itu. Aku sungguh tidak tahu apa gerangan gejolak hati yang
membuat aku mengetik kata-kata itu dan mengirimkannya ke nomor
ponselmu. Sungguh, aku tidak tahu.
Cuma mungkin aku mau
berkisah sedikit jikalau momen itu aku lakukan setelah aku
menyesaikan salatku di waktu Ashar. Saat itu ada perasaan bahagia
yang menyampiri diriku, entah mengapa wajahmu yang terbersit setelah
aku memunajatkan doa-doa yang penuh digantungkan harap dan mimpi.
Karena itu, aku mengirim
pesan itu. Pesan yang sudah lebih satu atau dua tahun tidak pernah
aku kirim lagi. Aku sadar pasti kamu tidak senang menerima pesan itu.
Mungkin juga pesan itu, saat itu, sangat-sangat mengganggu harimu.
Melalui tulisan ini aku sampaikan permohonan maafku yang
setulus-tulusnya.
Aku merasakan kecewamu
karena pesan yang hadir di pesanmu. Kamu meminta aku untuk melupakan
waktu itu. Melupakan mimpi itu. Melupakan momen kita.
Kamu tahu itu, berat aku
rasakan masa itu. Tetapi, entah mengapa aku membaca pesanmu dengan
senyum mengembang di bibirku. Kata-katamu seakan menjadi kekuatan
untuk melanjutkan harapan dan meninggalkan kenanganmu jauh di
belakang.
Tak heran, setelah itu
aku memulai petualangan lagi. Mencari penggantimu. Mencari seseorang
yang tulus lainnya. Seseorang yang bisa tertawa bersama, bisa
berbincang banyak hal bersama, bisa berjalan bersama. Ketika semua
itu sudah tidak mungkin lagi aku lakukan denganmu.
Di sisi dunia lain
mungkin kamu mengetahui petualanganku itu. Mungkin kamu akan
menyamakan aku dengan pria-pria lain yang telah lalu-lalang dalam
hidupmu. Mereka yang menyajikanmu janji, lalu menghapusnya sendiri.
Aku memang sama dengan mereka saat ini, tetapi untuk melakukan itu
aku menggunakan kekuatan darimu. Meski aku pun bisa bertahan dan
menunggumu kembali.
Tapi, hidup terlalu naif
kalau hanya meratapi masa lalu, kan? Kau cemerlang dan bersinar
dengan caramu di sana. Aku pun begitu di sini. Sampai masa nanti
ketika semesta ataupun mimpi menyatukan kita kembali, apakah itu
mungkin? Aku rasa tidak ada yang mustahil selama kita masih jadi bagi
2 miliar penduduk planet bumi. Dan pastinya kamu masih dengan namamu,
dengan caramu memandang dunia, dan dengan alunan suaramu.
Andai juga, kita hanya
menjadi masa lalu, masa-masa cinta karena suasana. Aku mohon ijin
kepadamu untuk merajut cerita abadi dengan seseorang yang benar-benar
bisa menggantikanmu. Saat ini, ya aku bersamanya, kembali mencoba
menata masa depan dengan kekuatan kepingan-kepingan masa lalu yang
menjadi pelajaran kami.
Aku selalu doakan kamu.
Suatu saat kita akan bertemu lagi, aku janji. Bagaimanapun keadaan
kita atau apapun status kita, aku janji suatu saat kita akan bertemu
lagi.
Selamat malam. Selamat
tinggal...
Komentar
Posting Komentar