Menjelajah Keistimewaan Yogyakarta

Jogja istimewa. Slogan yang memang sesuai dengan daya tarik provinsi (bukan kota) itu. Mulai dari wisata sejarah hingga alam bisa dinikmati di Jogja.

Di awal Januari kemarin. Kami bertiga. Gue, Dian, dan Orhan berkesempatan menikmati Jogja dengan segala daya tariknya. Selama lima hari, kami mengunjungi delapan spot wisata milik Jogja dan sekitarnya.

Tanpa berpanjang lebar lagi. Gue coba memberikan kesan tentang seluruh tempat itu. Urutannya menyesuaikan dari waktu kunjungan kami.

  1. GEDUNG AGUNG
Karena berada di Jogja yang masih memiliki Keraton. Tempat ini tidak menggunaka kata "istana" dalam penamaannya. Berbeda dengan empat istana lain yang diperuntukkan bagi Presiden RI.

Kalau lagi jalan-jalan di Malioboro, gue selalu penasaran dengan satu gedung megah yang seakan terasing dari bangunan lain di Malioboro yang banyak lalu lalang orang keluar masuk. Gedung Agung tetap sunyi, meskipun Malioboro hiruk-pikuk.

Awalnya, kami ragu untuk mengunjungi Gedung Agung. Pasalnya, kami berencana untuk berkunjung pada hari Jumat. Dari hasil googling, infonya Gedung Agung hanya dibuka untuk umum Senin-Kamis, sedangkan Jumat khusus untuk rombongan yang telah melakukan reservasi.

Karena itu, gue coba tanya langsung Kepala Gedung Agung namanya Pak Syaifullah. Melalui pesan WA gue kontak beliau. Dijawab bahwa pengunjung umum tetap bisa berkunjung hari Jumat. Ya, akhirnya kami datang.

Ternyata benar, ketika diperbolehkan untuk mengunjungi Gedung Agung, kami telah ditunggu seorang pemandu bernama Mabrur yang saat itu juga tengah memandu rombongan. Mas Mabrur ini pegawai Sekretariat Negara. Dia bersama dua temannya membimbing kami untuk mengelilingi Gedung Agung.

Apa yang ada di dalam Gedung Agung? Weiitsss. Sabar dulu. Alon-alon, kawans. 😀
Salah satu sudut Gedung Agung.

Sebagai awalan, kami diajak memasuki gedung museum. Bangunan dua lantai ini memiliki tiga tema. Pertama, para presiden. Di bagian pertama ini, kita disuguhi lukisan besar mulai dari Presiden Soekarno hingga Presiden SBY. Juga dilengkapi foto2 beberapa kegiatan selama mereka menjabat.

Kenapa nggak ada lukisan Presiden Jokowi? Kata Mas Mabrur, karena beliau masih menjabat. 

Kedua, keluarga presiden dan wakil presiden. Ruangan ini berisi foto-foto kegiatan presiden bersama keluarganya. Ada juga foto para wapres yang pernah menjabat. Tak ketinggalan, ada beberapa lukisan kece maestro Indonesia, misalnya Affandi dan Basuki Abdullah.

Ketiga, koleksi milik Gedung Agung. Nah, ruangan ini kebanyakan berisi cenderamata yang diberikan para tamu kenegaraan.

Setelah selesai, Mas Mabrur mengajak kami memasuki ruang utama Gedung Agung. Mulai dari ruang presiden untuk menerima tamu pemimpin negara sahabat juga ada empat kamar untuk presiden dan keluarga serta ruang kerja presiden. Tak lupa, ada juga ruang makan dan aula pertunjukkan yang digunakan presiden untuk menjamu tamu kenegaraan.

Terakhir, tentu kami berfoto di depan Gedung Agung. Biar afdol. Oh iya, ga boleh foto-foto koleksi di dalam Gedung Agung ya.
Foto keluarga di depan Gedung Agung.

  1. KERATON
Ini mungkin menjadi salah satu lokasi mainstream untuk dikunjungi. Gue juga udah pernah berkunjung ke sana. Tetapi, untuk kunjungan kali ini, kita memilih dipandu oleh pemandu di Keraton yang dibayar sukarela.

Pemandu kami bernama Pak Syaifudin atau biasa dipanggil Pak Udin. Melalui Pak Udin, kami dapat beberapa informasi yang memberi pemahaman baru tentang Keraton.

Pak Udin menceritakan simbol-simbol akulturasi yang ada di pilar-pilar bangunan Kerston. Simbol Hindu, Buddha, dan Islam sebagai perekat ditampilkan dalam bangunan Keraton. 

Ada juga kisah Sultan Hamengku Buwono VIII yang merenovasi Keraton seperti bangunan yang eksis sampe serkarang. Sebagai inisiator renovasi itu, di lantai dan langit-langit bangunan ada simbol delapan penjuru bintang. Sampai-sampai bangunan Keraton juga dibangun untuk memiliki teknologi akustik keren sehingga para sultan nggak perlu berbicara pake mikrofon untuk memperkeras suara.

  1. TAMAN SARI
Sejak lima tahun lalu gue pertama kali ke Taman Sari, tempat ini nggak berubah. Bedanya, kalo sekarang bawa kamera DSLR mesti bayar biaya foto Rp 3.000.

Dibandingkan Keraton, Taman Sari jauh lebih ramai. Kenapa bisa? Ya, karena Taman Sari terlihat lebih instagrammable. Akun-akun media sosial perjalanan di Jogja juga banyak unggah foto-foto kekinian dari Taman Sari. Jadi, pengunjung yang kebanyakan milenial rela lama-lama di Taman Sari demi bahan postingan yang bisa menarik banyak like.
Kita juga nggak mau kalah dong...

Gue kadang berpikir apa nggak ada yang ngerasa kalo jaman dulu Taman Sari tuh bukan tempat pamer? Bahkan cenderung tempat penuh privasi karena ratu dan permaisuri mandi dan berkumpul di tempat itu.

Seru kali yak, kalo ngebayangin di tempat mandi segede gaban gitu apa yang dipikirin ratu dan permaisuri. Apa bahan gibahan mereka? 

Gue aja yang punya kamar mandi seiprit aja kadang nemu inspirasi bahan tulisan. Lah, Taman Sari segede itu pasti ada kegiatan berfaedahnya. Minimal, saling lomba renang. Yang kalah tugasnya kuras air.

Jangan serius-serius. Gue cuma berhalusinasi looh.
Eh selpie lagi...
  1. CANDI BOROBUDUR

Sekadar saran. Kalau berencana mengunjungi Candi Borobudur dan Candi Prambanan, lebih baik beli tiket online di website Taman Wisata Candi (TWC). 

Harga tiket Candi Prambanan kalau beli on the spot Rp 40k, di Traveloka dijual Rp 38k. Nah kalo di website TWC cuma Rp 35k. Bisa sekalian juga beli paket 2 kunjungan candi antara Borobudur, Prambanan, atawa Ratu Boko.

Informasi soal Borobudur silakan kawans googling aja yaak. Pasti banyak yang udah ceritain panjang kali lebar. Jadi, nggak perlu gue ulangin lagi.

Cuma kalo nanti teman jalan kalian ada yang nanya, kenapa di beberapa batu Candi Borobudur ada titik bolongan warna putih? Gue mau ingetin, itu tandanya batu itu bukan batu baru jadi bukan batu asli dari jaman Dinasti Sailendra.

  1. CANDI PRAMBANAN
Berhubung udah banyak juga yang mengulas Prambanan, gue nggak mau berpanjang lebar bahas candi bercorak Hindu ini ya.
Dikasih foto aja yaaa.

Tapi, cobalah naik kereta yang di kawasan Candi Prambanan. Dengan bayar Rp 10.000, kita akan diajak berkeliling ke tiga candi lain di komplekas Prambanan. Ada Candi Bubrah, Candi Lumbung, dan Candi Sewu. Ketiga candi itu bercorak Buddha. Saat tiba di Candi Sewu, kereta bakal berhenti dan mempersilakan kita berfoto di Candi Sewu. Selain bisa keliling tanpa lelah, kita juga dapat bonus air mineral.
Berlatar Candi Sewu.

Setelah keluar dari kompleks Candi Prambanan, kami melanjutkan perjalanan sekitar 1,5 km untuk menuju Candi Plaosan. Candi ini juga termasuk candi Buddha yang masih cukup megah. Masuknya nggak perlu bayar cukup bayar parkir aja.
Candi Plaosan.
  1. BUKIT KLANGON
Setelah menjelajah peninggalan masa silam untuk menapaki jejak kebesaran Hindu dan Buddha, kami mencoba wisata alam. Untuk itu, kami menuju Desa Glagaharjo, Sleman, yang merupakan salah satu desa paling dekat dengan Gunung Merapi.

Perjalanan dari penginapan kami di sekitaran Malioboro membutuhkan waktu sekitar satu jam. Perjalanan berkelok dan menanjak jadi jalur yang kami harus lalui. Kalau bingung, Google Maps sudah memiliki lokasi pasti Bukit Klangon. Jadi, ikutin aja arahan Google Maps pasti sampai tujuan.

Berfoto dengan latar Merapi menjadi daya tarik di Klangon. Kalau di foto-foto yang seliweran di media sosial, Merapi masih berpasir. Ketika kami kunjungi, pemandangan Merapi sudah hijau kembali. Karena tiba di musim hujan, jadi kami juga harus bersabar menunggu kabut untuk mendapat foto dengan latar Merapi yang terlihat agak jelas.
Sekalian Orhan belajar jalan.

Selain berfoto, di Klangon juga memiliki trek sepeda downhill. Banyak juga yang bersepeda, bahkan jadi kawasan favorit untuk berkemah. Datanglah pagi hari untuk merasakan semilir angin sejuk dan matahari yang belum terlalu menyengat.

  1. MUSEUM ULLEN SENTALU
Sudut Museum Ullen Sentalu.

Inilah museum paling kece di Kawasan Wisata Kaliurang. Museum Ullen Sentalu juga masuk dalam 50 museum terfavorit di dunia versi Tripadvisor.

Museum ini milik pribadi. Pemilik museum di atas lahan sekitar 1,5 hektar itu adalah keluarga Haryono yang merupakan kerabat Kasunanan Surakarta. Museum ini mulai dibuka untuk umum 22 tahun lalu atau 1997.

Untuk koleksinya juga tidak ada duanya. Untuk masuk ke dalam Ullen Sentalu kita harus membayar Rp 40k. Ongkos itu udah termasuk pemandu yang akan mengajak kita berkeliling dan memberikan penjelasan seluruh koleksi museum itu panjang kali lebar. Plus, ada juga bonus minuman wedang jahe.

Pemandu kami bernama Tia. Pertama kami diajak ke ruang pertama yang dinamai Ruang Guwo Selo Giri. Isinya, koleksi lukisan dan alat musik milik Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta. Ada pula foto dan silsilah dari dua kesultanan yang awalnya menyatu itu.

Di ruang kedua, berisi batik-batik kedua kesultanan yang memiliki ciri khas masing-masing. Ada juga atribut yang digunakan para perempuan di kedua kesultanan itu. Makna dan fungsi setiap atribut dijelaskan oleh pemandu.

Di ruang kedua juga ada ruang khusus sebagai dedikasi kepada Gusti Nurul yang disebut Ruang Putri Dambaan. Gusti Nurul ini putri Kasunanan Surakarta yang pernah menolak lamaran Presiden Soekarno. Gusti Nurul gak cuma cantik dan pintar, ia juga tokoh perempuan yang anti-poligami. Pokoknya, doi tuh perempuan Jawa idaman.

Di Museum Ullen Sentalu kita juga dilarang berfoto. Tapi, tenang untuk kenang-kenangan kita diperbolehkan berfoto di destinasi terakhir yang merupakan tiruan relief di Candi Borobudur.
Niih fotonya.
Batu-batu pahatan di halaman belakang museum.
  1. STUDIO ALAM GAMPLONG
Sutradara Hanung Bramantyo mewujudkan mimpinya untuk membangun studio alam di Desa Gamplong, Sleman. Berjarak sekitar 35 menit dari Titik Nol Jogja.

Studio ini berada di sisi jalan desa. Salah satu film paling akhir yang shooting di Gamplong adalah adaptasi dari novel Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia.
Studio Alam Gamplong dari jalan desa.

Di studio itu kita bisa berfoto dengan latar bangunan tempo dulu. Ada juga tiruan rumah Nyai Ontosoroh hingga kosan Minke di Surabaya. Semua bangunan di studio itu semi permanen.

Tidak ada tiket masuk. Kita hanya perlu bayar sukarela untuk perawatan dan ongkos parkir. Kehadiran studio itu membuat warga Gamplong nggak perlu ke Jakarta kalau mau lihat artis layar perak. Cukup bertahan di kampung halaman.

Hal itu setidaknya bertahan hingga 20 tahun mendatang. Sebab, Mas Hanung menyewa lahan desa untuk studio itu selama 20 tahun.
Kece kan? (1).
Kece kan? (2)


Naaah, demikianlah kisah lima hari kami di Jogja. Kedelapan spot wisata itu tentu masih memungkinkan kita membawa bayi. Karena kami membawa Orhan yang masih berusia 10 bulan.

Terima kasih Jogja. Sampai ketemu lagi lain waktu.

Jogja istimewa...
Byeee Jogja. 





Komentar

Postingan Populer