Nonton Bola di Stadion
Datang ke stadion dan mendukung tim kesayangan bermain, menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmat bola di tanah air dan juga dunia. Berbagai macam alasan terlontar bila kita coba tanya suporter-suporter bola yang pergi ke stadion untuk menunjukkan kecintaannya pada tim kebanggaan mereka, mulai dari bisa merasakan atmosfer sepak bola yang tidak bisa didapatkan jika hanya menonton bola di depan layar kaca, bisa bebas mengungkapkan ekspresi atas segala kejadian selama pertandingan, hingga bisa mendapatkan teman-teman baru yang sama-sama mendukung tim kesayangan. Mungkin masih banyak beribu alasan yang menjadi dasar para suporter bola itu rela datang dan menyisihkan uangnya untuk masuk ke dalam stadion. Namun kini gue bakal sedikit berbagi info atas beberapa pengalaman gue nonton bola langsung di stadion.
Pertama kali gue nonton bola di stadion itu pas Persita Tangerang main di stadion Benteng, Tangerang melawan Persib Bandung (re: tahunnya gue udah lupa), inilah pertama kalinya gue merasakan atmosfer pertandingan di stadion, dan mungkin juga pengalaman pertama ini yang telah membentuk mindset gue tentang semua yang berkaitan dengan nonton bola di stadion. Disana pula gue merasakan langsung kalo gak melulu pertandingan bola di Indonesia dibumbui dengan hal yang bernama kerusuhan, seperti yang ada di pikiran khalayak ramai. Selain di Benteng, gue juga sering hadir di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) , untuk mendukung tim merah putih bertanding terutama di event resmi, seperti Piala Asia 2007 lalu. Di GBK meski kita harus menanggalkan segala atribut tim masing-masing, namun tetap saja gue bergabung dengan para anak-anak The Jak Mania (yang memang tuan tanah di seluruh stadion di DKI), selama di GBK juga kita gak bakal henti-hentinya menyanyikan yel-yel karena The Jak itu salah satu suporter bola yang paling kreatif di tanah air, karena banyak yel-yel yang dibuat The Jak ditiru oleh kelompok suporter tim lain di Indonesia.
Tangerang dan Jakarta sudah gue jabanin, selanjutnya gue sedikit berpindah ke Bandung. Jujur, pengalaman pertama kali gue Bandung ya pas nonton bola di Stadion Siliwangi Bandung untuk mendukung Persita yang saat itu bertanding melawan tuan rumah Maung Bandung. Di Bandung inilah gue merasakan persahabatan yang dimiliki antar kelompok suporter bisa menjadi satu cara untuk memperbaiki persepak bolaan negeri ini, mengapa? Karena sepak bola tanpa suporter layaknya dunia yang tak berpenghuni alias semuanya akan kosong melompong. Meski berkali-kali kelompok suporter “dizalami” atas pemberitaan negatif yang disebabkan oleh segelintir oknum-oknum, namun suporter tetaplah suporter yang takkan pernah berhenti berkarya dan mengabdi untuk kemajuan sepak bola.
Sudah di tiga kota di pulau Jawa, kini gue mencoba mencari pengalaman dengan menyebrangi pulau Jawa menuju tanah Sulawesi. Bila kita mendengar kata Sulawesi otomatis semua pecinta bola tanah air akan tertuju pada satu tim besar, dan satu-satunya, yang telah memberikan banyak kontribusi pada perkembangan sepak bola di Indonesia, dan tim itu tentu saja PSM Makassar. PSM Makassar menggunakan stadion “legendaris” Andi Mattalata Mattoangin, yang konon telah digunakan sejak 40 tahun lalu. Dengan menyebrang pulau, otomatis gue mendapatkan pengalaman yang amat berbeda dari 3 kota sebelumnya. Di Makassar, pertama kali gue ngeliat kuncen stadion yang selalu menyambangi gawang-gawang sebelum kick-off, disini pula gue merasakan atmosfer panas, yang berbeda dari stadion-stadion sebelumnya. Di Makassar, orang-orangnya lebih cepat kesal dan mudah tersulut emosi, apalagi bila PSM gagal meraih kemenangan. Contohnya pas kemarin (31/10) PSM melawan Botang FC, sampai pertengahan babak kedua PSM masih gagal membobol gawang Bontang, ditambah lagi buruknya kepemimpinan wasit membuat para suporter yang ada di stadion tersulut emosi, bahkan ada yang menyalakan kembang api dan mengarahkannya ke lapangan, selain itu juga tak ketinggalan lemparan-lemparan air mineral ke lapangan, tapi semua itu berakhir setelah PSM sukses mencetak gol dan meraih kemenangan.
Setelah 4 stadion dan 2 pulau gue sambangi, membuat gue sadar kalo Indonesia memiliki keberagaman budaya yang tak pernah sama, dan itu tercermin dalam segala aksi yang gue saksikan langsung di dalam stadion. Setiap stadion memiliki tradisi tersendiri dan itu yang menjadi ciri khas yang tersimpan di dalam kenangan gue.
Demikianlah cerita singkat gue ini, semoga bisa sedikit menambah info kalian.
Hidup sepakbola Indonesia!!!
Wassalam.
Pertama kali gue nonton bola di stadion itu pas Persita Tangerang main di stadion Benteng, Tangerang melawan Persib Bandung (re: tahunnya gue udah lupa), inilah pertama kalinya gue merasakan atmosfer pertandingan di stadion, dan mungkin juga pengalaman pertama ini yang telah membentuk mindset gue tentang semua yang berkaitan dengan nonton bola di stadion. Disana pula gue merasakan langsung kalo gak melulu pertandingan bola di Indonesia dibumbui dengan hal yang bernama kerusuhan, seperti yang ada di pikiran khalayak ramai. Selain di Benteng, gue juga sering hadir di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) , untuk mendukung tim merah putih bertanding terutama di event resmi, seperti Piala Asia 2007 lalu. Di GBK meski kita harus menanggalkan segala atribut tim masing-masing, namun tetap saja gue bergabung dengan para anak-anak The Jak Mania (yang memang tuan tanah di seluruh stadion di DKI), selama di GBK juga kita gak bakal henti-hentinya menyanyikan yel-yel karena The Jak itu salah satu suporter bola yang paling kreatif di tanah air, karena banyak yel-yel yang dibuat The Jak ditiru oleh kelompok suporter tim lain di Indonesia.
Tangerang dan Jakarta sudah gue jabanin, selanjutnya gue sedikit berpindah ke Bandung. Jujur, pengalaman pertama kali gue Bandung ya pas nonton bola di Stadion Siliwangi Bandung untuk mendukung Persita yang saat itu bertanding melawan tuan rumah Maung Bandung. Di Bandung inilah gue merasakan persahabatan yang dimiliki antar kelompok suporter bisa menjadi satu cara untuk memperbaiki persepak bolaan negeri ini, mengapa? Karena sepak bola tanpa suporter layaknya dunia yang tak berpenghuni alias semuanya akan kosong melompong. Meski berkali-kali kelompok suporter “dizalami” atas pemberitaan negatif yang disebabkan oleh segelintir oknum-oknum, namun suporter tetaplah suporter yang takkan pernah berhenti berkarya dan mengabdi untuk kemajuan sepak bola.
Sudah di tiga kota di pulau Jawa, kini gue mencoba mencari pengalaman dengan menyebrangi pulau Jawa menuju tanah Sulawesi. Bila kita mendengar kata Sulawesi otomatis semua pecinta bola tanah air akan tertuju pada satu tim besar, dan satu-satunya, yang telah memberikan banyak kontribusi pada perkembangan sepak bola di Indonesia, dan tim itu tentu saja PSM Makassar. PSM Makassar menggunakan stadion “legendaris” Andi Mattalata Mattoangin, yang konon telah digunakan sejak 40 tahun lalu. Dengan menyebrang pulau, otomatis gue mendapatkan pengalaman yang amat berbeda dari 3 kota sebelumnya. Di Makassar, pertama kali gue ngeliat kuncen stadion yang selalu menyambangi gawang-gawang sebelum kick-off, disini pula gue merasakan atmosfer panas, yang berbeda dari stadion-stadion sebelumnya. Di Makassar, orang-orangnya lebih cepat kesal dan mudah tersulut emosi, apalagi bila PSM gagal meraih kemenangan. Contohnya pas kemarin (31/10) PSM melawan Botang FC, sampai pertengahan babak kedua PSM masih gagal membobol gawang Bontang, ditambah lagi buruknya kepemimpinan wasit membuat para suporter yang ada di stadion tersulut emosi, bahkan ada yang menyalakan kembang api dan mengarahkannya ke lapangan, selain itu juga tak ketinggalan lemparan-lemparan air mineral ke lapangan, tapi semua itu berakhir setelah PSM sukses mencetak gol dan meraih kemenangan.
Setelah 4 stadion dan 2 pulau gue sambangi, membuat gue sadar kalo Indonesia memiliki keberagaman budaya yang tak pernah sama, dan itu tercermin dalam segala aksi yang gue saksikan langsung di dalam stadion. Setiap stadion memiliki tradisi tersendiri dan itu yang menjadi ciri khas yang tersimpan di dalam kenangan gue.
Demikianlah cerita singkat gue ini, semoga bisa sedikit menambah info kalian.
Hidup sepakbola Indonesia!!!
Wassalam.
Komentar
Posting Komentar