Guiyu, Cermin Masa Depan Bumi
Kegiatan di bengkel limbah (sometimes-interesting.com) |
Guiyu sebuah kota kecil yang
berpopulasi sekitar 150.000 jiwa berada di tenggara Cina hanyalah sebuah daerah
pedesaan yang jauh dari gemerlap kota-kota metropolitan macam Shanghai dan
Beijing. Akan tetapi, kota kecil yang
terdapat di Provinsi Guangdong ini menjadi satu fenomena antitesa atas melejitnya
perekonomian Republik Rakyat Cina dalam satu dekade terakhir. Ketimpangan
kesejahteraan bukanlah barang baru di negara penganut komunisme ini, lebih dari
itu, Guiyu ialah salah satu tumbal atas mega industrilisasi Cina karena kota
ini menjadi tempat pembuangan limbah elektronik terbesar di dunia atau yang
lebih dikenal e-waste.
Rakyat Cina terutama di daerah urban terkenal dengan tingkat konsumerisme yang tinggi, sehingga tidak heran pada 2011 pengguna telepon genggam di negeri itu telah mencapai lebih dari 850 juta jiwa. Cina juga dikenal sebagai negara pengekspor barang elektronik nomor satu di dunia dengan jumlah transaksi eksport mencapai US $ 933,4 miliar (data Kementrian Perdagangan Cina, 2011). Selanjutnya, Cina pada 2015 diprediksi akan mencapai angka 650 juta pengguna internet aktif, dengan rata-rata penggunaan internet selama 2,7 jam per hari, dan semakin mengukuhkan diri sebagai penjamah internet terbesar di dunia (data BCG, 2010). Satu bukti bahwa ketidakmerataan kesejahteraan terjadi ialah saat 70% penduduk di Shanghai dan Beijing memiliki akses terhadap Personal Computer (PC), di daerah pendesaan hanya mencapai 16%.
Seorang pekerja menyortir limbah (time.com) |
Keadaan limbah yang semakin
menggunung, di sisi lain, mampu menimbulkan bisnis pengolahan limbah bagi warga
sekitar. Tercatat terdapat 5.500 bengkel pengolahan limbah di Guiyu yang mempekerjakan
tidak kurang dari ratusan ribu pekerja, yang rata-rata berada di angka
kemiskinan yang akut dan memiliki tingkat pendidikan rendah. Tidaklah heran
bila jalan-jalan di seantero Guiyu dipenuhi oleh tumpukan plastik, kabel,
kawat, dan limbah komponen elektronik lainnya. Pekerjaan mereka ialah
memisahkan komponen-komponen itu, lalu memisahkannya berdasarkan nilai jualnya.
Salah satu yang bernilai tinggi ialah plaktik-plastik yang mereka jual kepada
Foxconn, sebuah perusahaan asal Taiwan yang menyediakan bahan baku elektronik
untuk perusahaan-perusahaan raksasa macam Apple, Dell, dan Hewlett-Packard.
Namun, kurangnya edukasi mengenai
keamanan bekerja membuat pekerjaan yang dilakukan ratusan ribu pekerja menjadi
sangat beresiko, bukan hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi
lingkungan mereka. Bagi para pekerja, lingkungan bengkel yang dipenuhi
logam-logam berat seperti timah, berilium, dan kadmium menghasilkan debu
hidrokarbon yang mengakibatkan polusi di udara, air, dan udara. Juga terjadi
polusi racun, yang diakibatkan oleh pembakaran dan pencucian dengan air keras
papan sirkuit, plastik, dan kabel tembaga barang-barang elektronik.
Seorang anak di atas tumpukan puing elektronik (thewip.net) |
Sedangkan bagi lingkungan sekitar,
berdasarkan studi yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Shantou, limbah-limbah
tersebut telah menyebabkan adanya kandungan timah yang sangat besar pada darah anak-anak di Guiyu yang berpotensi
menghambat perkembangan otak. Bagi orang-orang yang baru pertama kali
menginjakkan kaki di Guiyu, mereka juga akan merasakan sensasi terbakar pada
mata dan hidung mereka yang dihasilkan oleh udara yang telah terkontaminasi
polusi parah. Keadaan ini diperparah dengan kualitas air yang sangat buruk.
Penduduk Guiyu tidak ada yang berani meminum air daerahnya, bahkan bila mereka
mencuci dengan menggunakan air di Guiyu akan membuat warna pakaian mereka menguning.
Walaupun telah dijejali berbagai
macam polutan, Guiyu masih dikenal sebagai salah satu daerah penghasil beras.
Ironisnya, petani-petani tidak ada yang mau mengomsumsi hasil tani mereka
sendiri karena tahu kandungan polutan di daerah tersebut. Mereka memilih untuk
menjual beras-beras itu ke daerah-daerah lain. Dan di sini lah kecurangan
terjadi, beras-beras Guiyu tidak dibedakan dari daerah lain atau pun diberi
label “made in Guiyu” karena penjual tahu bila hal itu dilakukan beras-beras
tersebut takkan laku. Meskipun belum ada data resmi, namun beras-beras Guiyu
diyakini memiliki peran sentral dalam skandal makanan di Cina beberapa waktu
lalu karena beras-beras yang ditemukan memiliki kandungan kadmium yang sangat
tinggi.
Guiyu hanyalah cerminan atas
pergerakan ekonomi dan teknologi yang sangat pesat. Bila manusia Bumi tidak
bijak dalam menggunakan teknologi yang ada, tidak heran bila akan muncul Guiyu
lainnya dan akan menyebabkan Bumi seperti yang terdapat di film Wall-E. Jadi,
mulai lah menahan gaya hidup konsumerisme terhadap teknologi karena pertumbuhan
teknologi takkan mampu diperlambat ataupun dihentikan, sehingga menahan diri
hanyalah satu-satunya jalan untuk mengurangi limbah elektronik di Dunia dan menolong
saudara-saudara dan lingkungan kita.
Komentar
Posting Komentar