Kudeta Mesir dan Dosa Kecil Mursi
Massa anti-Mursi menguasai Alun-alun Tahrir, Kairo. (cnn.com) |
Menilik “tradisi” di negara-negara Teluk, kudeta adalah hal lumrah demi menurunkan pemerintahan yang dianggap menyelewengkan kepentingan rakyat. Mesir sendiri merupakan pionir kudeta pemerintahan di Timur Tengah. Kudeta pertama Mesir terjadi pada tahun 1952. Kala itu, Raja Farouk I dikudeta oleh militer pimpinan Muhammad Naguib dan tangan kanannya Gamal Abdel Nasser.
Setelah berhasil mengulingkan kekuasaan Dinasti Muhammad Ali yang telah menguasai Mesir selama hampir 2 abad, Muhammad Naguib mendeklarasikan diri sebagai Presiden pertama Mesir pada 18 Juni 1953. Namun karena adanya konflik interim di kubu militer, setahun berselang Naguib disisihkan oleh Gamal Abdel Nasser dipucuk pimpinan negeri sungai Nil itu.
Meninggalnya Nasser pada September 1970, memuluskan langkah Anwar Sadat untuk melanjutkan estafet militer menguasai Mesir. Sebelas tahun menjabat sebagai Presiden, pada 6 Oktober 1981, Sadat dibunuh oleh sebuah serangan militer ketika tengah melakukan parade tahunan merayakan berfungsinya Terusan Suez. Wakil Presiden saat itu, Hosni Mubarak, yang juga menjadi korban saat serangan itu secara aklamasi ditetapkan sebagai suksesor Sadat di Kairo.
Selama memimpin Mesir, Mubarak dikenal sebagai pemimpin bertangan besi dengan kekuasaan yang terlampau kuat atas keberhasilannya memegang kendali militer. Sehingga tidak heran Mubarak sukses menjabat selama lima periode.
Kebosanan dan kemuakan putra-putri generasi baru Mesir terhadap kepemimpinan Mubarak, menghasilkan Musim Semi Arab. Alhasil, dengan tekanan super kuat dari demonstrasi massa di seantero Mesir yang berpusat di Alun-alun Tahrir Kairo, Mubarak mengundurkan diri sebagai orang nomor satu di negeri Piramida pada 11 Februari 2011.
Setahun setelah dipimpin pemerintah darurat, pemilihan umum perdana Mesir pada Juni 2012 memilih Muhammad Mursi sebagai Presiden kelima Mesir. Mursi yang beraliran Islam dan berasal dari Partai Ikhwanul Muslimin memenangi pemilu dengan perolehan 51,7 persen atau dipilih oleh 13.230.131 pemilih.
Akan tetapi, kekuasaan Mursi hanya berumur satu tahun sembilan hari setelah habisnya masa dua hari ultimatum yang dicetuskan oleh Menteri Pertahanan Abdel Fatah Sisi, yang mengatasnamakan rakyat Mesir yang melakukan protes besar-besaran Tamarud (pengkhianatan) di Kairo semenjak akhir Juni.
Nilai Biru Mursi
Kudeta dini yang dihadapi Mursi, menimbulkan pertanyaan berbagai pihak, terutama di dunia Internasional, mengenai tidakkah ada prestasi yang dicapai Presiden lulusan doktoral Universitas Southern California selama lebih dari 12 bulan memangku jabatan agung itu?
Sesungguhnya setelah dilantik sebagai Presiden demokratis Mesir per Juni 2012, Mursi melakukan berbagai macam gebrakan dipelbagai bidang untuk menancapkan kembali pengaruh besar Mesir di negeri Arab dan dunia Islam. Di antaranya:
1. Dimulainya proyek mercusuar pembangunan jembatan yang menghubungkan Mesir dan Arab Saudi. Jembatan ini kelak akan dinamai Jembatan Raja Abdullah, yang diambil dari nama raja Arab Saudi. Proyek ini pun dipegang oleh Grup Saudi Binladen dengan total investasi mencapai 3 miliar US dollar. Jembatan itu kelak bukan hanya untuk kepentingan kedua negara, namun diperuntukkan bagi kepetingan lebih luas, kemajuan wilayah Timur Tengah.
2. Demi kemajuan ekonomi Mesir dan kawasan Arab, Mursi memastikan bahwa Terusan Suez takkan “dijual” kepada pihak asing, bahkan pemerintahan Mursi merencanakan pengembangan Terusan yang dibangun pada 1859 itu.
3. Bagi zona Afrika Utara, Mesir akan membangun jalan tol di sekitaran Sungai Nil hingga memasuki wilayah Sudan. Jalur darat bebas hambatan itu berjarak 400 km; 100 km dari Mesir dan 300 km lainnya di wilayah Sudan.
4. Di bidang logistik, Mesir mempertahankan status sebagai produsen terbesar gandum di dunia. Menurut catatan pemerintah, tahun ini produksi gandum Mesir mencapai 9,5 juta ton atau mengalami peningkatan hingga 30 persen dari hasil produksi tahun lalu.
5. Di bidang teknologi, pertengahan April lalu Mesir menjadi negara Arab pertama yang berhasil memproduksi komputer tablet sendiri. Perangkat gadget itu dinamai “Inar”. Inar merupakan proyek hasil gotong royong antara Kementerian Produksi Militer, Kementerian Komunikasi, dan Katron, sebuah perusahaan elektronik lokal yang berdiri pada dekade 60an. Tablet dengan sistem operasi Android 4.0 itu akan dialokasikan terlebih dahulu bagi siswa SMA dan mahasiswa Mesir.
Selain lima poin di atas, dikutip dari The Middle East Monitor Mursi juga berencana mengeluarkan tiga keputusan penting bagi kelanjutan bangsa dan rakyat Mesir.
1. Memensiunkan 6.000 hakim yang berusia di atas 60 tahun dan merekrut 12.000 hakim-hakim pembantu yang berasal dari mahasiswa-mahasiswa terbaik lulusan 2007-2012.
2. Lima ribu perwira berpangkat kolonel dan di atasnya akan dipensiunkan. Sebagai gantinya, ia akan mempromosikan 15.000 letnan yang belum bekerja.
3. Pada 10 Agustus mendatang akan diberlakukan “penghapusan” dosa bagi warga masyarakat yang dahulu sempat dijatuhi hukuman oleh Kementerian Dalam Negeri atas tuduhan melakukan kejahatan terhadap negara. Kebijakan ini seakan menjadi kesempatan kedua bagi rakyat yang sebelumnya pernah di-cap sebagai pendosa bangsa.
Dosa Kecil “Sang Ikhwan”
Menjelang akhir tahun 2012, Mursi mengeluarkan dekrit demi mengubah referendum konstitusi. Pihak oposisi, yang berpaham sosial-nasionalis dan liberalis, menganggap dekrit tersebut akan membawa Mesir ke arah Syariah dan menjauh dari cita-cita demokrasi yang menjadi tuntutan demonstrasi akbar rakyat pada 25 Januari 2011 silam. Hasilnya mudah ditebak. Muncullah dua faksi, pro dan anti-Mursi.
Saat itu, Mursi dengan komunikasi diplomatis berhasil membujuk oposisi untuk merundingkan kembali hasil dekrit. Dengan berbagai perubahan yang disetujui pihak pemerintah dan oposisi, akhirnya gejolak warga dalam gerakan Tamarud berhasil diredam di awal 2013.
Menjelang satu tahun masa jabatan Mursi di istana Presiden di Heliopolis, Kairo, kerusuhan kembali mengemuka. Isu besarnya angka pengangguran, tidak meratanya kesejahteraan, anjloknya perekonomian dan kecenderungan penyelewengan kekuasaan menjadi modal utama warga penentang Presiden untuk menuntut lengsernya sang penguasa. Selain itu, oposisi tetap belum puas atas perubahan dekrit Mursi yang dirundingkan awal tahun.
Pidato laporan tahunan Mursi pada 28 Juni lalu yang berlangsung 2,5 jam nonstop, yang mengeluarkan tujuh petisi untuk menghindari gejolak, seakan hanya dianggap pepesan kosong bagi oposisi dan rakyat penentang.
Tepat 30 Juni 2013, massa anti pemerintah tumpah ruah di Kairo dan Nasr City untuk “merayakan” satu tahun kegagalan Mursi memimpin Mesir.
Demi menghindari konflik saudara berdarah, militer pun turun tangan. Dan pada 2 Juli, Abdel Fattah Sisi mengeluarkan ultimatum kepada “guru”-nya. Padahal setahun lalu Sisi baru saja diangkat Mursi sebagai Panglima Angkatan Bersenjata untuk menggantikan Marsekal Mohamed Hussein Tantawi yang dipecat.
Dua hari berselang, ultimatum itu menjadi senjata pamungkas Sisi untuk menutup stasiun televisi plat merah dan menahan para petinggi Ikhwanul Muslimin, termasuk Presiden Mursi. Dengan sigap ketua Mahkamah Konstitusi Tertinggi Adly Mansour diangkat sebagai Plt Presiden. Hari ini (7/7), dikutip Reuters pimpinan oposisi Mohamed El-Baradei diangkat menjadi Perdana Menteri interim. Keputusan ini tentu akan semakin menambah marah masa pro Mursi dan Islamis.
Gejolak tak berakhir Mesir adalah potret mental “kudeta” negeri Spinx. Keengganan Mantan Presiden Mursi mengendalikan militer merupakan kelemahan yang dimanfaatkan oposisi. Sedangkan, ketidaksabaran sebagian warga Mesir atas perjalanan demokrasi yang baru seumur jagung, juga berperan besar atas gugurnya embrio demokrasi Mesir yang tengah coba dibangun Mursi dan para pembantunya. Rakyat bertarung mengorbankan nyawa di jalan, sedangkan penguasa berjuang memenuhi ambisi politiknya.
Tidak ada yang bisa menerka kapan dan bagaimana berakhirnya gejolak ini. Kelak, hanya sejarah yang akan menarasikan kapan Mesir mampu menghentikan pertumpahan darah antarsaudara sebangsa dan setanah air. Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar